Ads

Degradasi Moralitas Akademik

  

Degradasi Moralitas Akademik



Jika krisis kejujuran di sekolah dasar dan menengah dianggap biasa, maka di perguruan tinggi ia menjelma menjadi wabah moral yang lebih berbahaya. Dunia akademik yang seharusnya menjadi benteng terakhir integritas justru ikut tercemar oleh praktik curang. Plagiarisme, manipulasi nilai, dan jual beli skripsi bukan lagi rahasia umum, melainkan gejala sistemik. Fenomena ini menandakan betapa dangkalnya pemaknaan kita terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Ketika integritas ilmiah runtuh, maka pendidikan tinggi kehilangan maknanya sebagai penjaga nalar dan moral bangsa.

Ilmu pengetahuan seharusnya menjadi jalan menuju kebenaran dan kebijaksanaan. Ia adalah sarana manusia untuk memahami realitas, bukan alat untuk mencari gengsi atau kekuasaan. Namun ketika gelar akademik dijadikan komoditas, kampus pun berubah menjadi pasar simbol yang menjual status sosial. Nilai intelektual bergeser menjadi nilai jual, dan proses belajar kehilangan makna spiritualnya. Ilmu yang semestinya memerdekakan malah menjebak manusia dalam ilusi keberhasilan semu.

Banyak dosen kini terjebak dalam rutinitas administratif yang menumpuk tanpa ruang refleksi mendalam. Tuntutan publikasi, akreditasi, dan indikator kinerja sering kali menyingkirkan semangat mendidik yang sejati. Mahasiswa pun sibuk mengejar nilai dan sertifikat, tanpa sempat merenungkan makna pengetahuan yang mereka pelajari. Hubungan antara dosen dan mahasiswa berubah menjadi relasi transaksional, bukan relasi pembimbingan intelektual. Akibatnya, kampus kehilangan ruhnya sebagai ruang dialog dan pencarian makna.

Dalam konteks ini, pemikiran Ki Hajar Dewantara kembali menjadi cermin yang menyejukkan. Ia menegaskan bahwa pendidikan bukanlah alat untuk mengejar status sosial, melainkan sarana untuk membentuk karakter dan budi pekerti luhur. “Ilmu tanpa budi pekerti adalah racun,” katanya, mengingatkan bahwa pengetahuan tanpa moral hanya akan melahirkan kesombongan. Nilai-nilai etis dan spiritual seharusnya menjadi fondasi dari setiap proses pendidikan tinggi. Tanpanya, ilmu tidak lagi menjadi cahaya, melainkan api yang membakar kesadaran manusia.

Namun dalam sistem pendidikan yang kian pragmatis, budi pekerti sering dianggap pelengkap semata. Moralitas tidak lagi menjadi inti dari proses belajar, tetapi hanya slogan dalam kurikulum. Institusi pendidikan lebih menekankan pencapaian angka dan reputasi ketimbang pembentukan watak. Akibatnya, kampus kehilangan fungsi transformasinya sebagai tempat lahirnya manusia utuh. Jika hal ini terus berlanjut, maka bangsa akan melahirkan generasi cerdas secara teknis, tetapi miskin secara moral.

Kontributor

Akang Marta

Indramayutradisi

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel