Ads

Krisis Pendidikan dan Jiwa Guru di Indonesia: Antara Ilmu, Kejujuran, dan Hilangnya Ruh Pengajar

 

Krisis Pendidikan dan Jiwa Guru di Indonesia: Antara Ilmu, Kejujuran, dan Hilangnya Ruh Pengajar



Indonesia telah merdeka selama hampir delapan dekade, namun bayang-bayang krisis pendidikan masih membentang panjang. Di tengah gegap gempita pembangunan dan kemajuan teknologi, sektor pendidikan seolah berjalan di tempat tanpa arah yang pasti. Ia menjadi medan paling ramai diperdebatkan, tetapi paling sulit diperbaiki secara substansial. Dari ruang kelas hingga kebijakan kementerian, masalah pendidikan terus berulang dalam bentuk yang berbeda. Pendidikan di negeri ini tampak kehilangan ruhnya—kehilangan makna terdalam tentang mengapa dan untuk siapa ilmu diajarkan.

Diskusi antara beberapa tokoh pendidikan dan keagamaan baru-baru ini menyoroti akar persoalan yang lebih mendasar: krisis kejujuran dan hilangnya nilai-nilai hikmah dalam pendidikan. Guru kini jarang dilihat sebagai pembimbing spiritual dan moral, melainkan lebih sering diposisikan sebagai operator kurikulum dan pengisi administrasi. Banyak tenaga pendidik terjebak dalam rutinitas birokratis yang menumpulkan idealisme dan semangat pengabdian. Akibatnya, hubungan antara guru dan murid kehilangan sentuhan humanis yang sejatinya menjadi inti pendidikan. Sistem yang kian mekanistik justru melahirkan manusia yang kehilangan arah dan makna hidup.

Krisis ini bukan semata disebabkan oleh kurangnya dana atau fasilitas, tetapi oleh lunturnya kesadaran moral yang menjadi dasar pendidikan sejati. Ketika kejujuran tergantikan ambisi, dan kebijaksanaan digantikan sertifikasi, maka pendidikan kehilangan jantungnya. Ki Hajar Dewantara pernah mengingatkan bahwa pendidikan sejati adalah “tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak,” bukan sekadar pengajaran demi nilai. Dalam konteks ini, pendidikan tidak cukup diukur dengan angka kelulusan atau prestasi akademik semata. Ia harus dihidupkan kembali sebagai proses pembentukan manusia yang beriman, berakal, dan berperasaan luhur.

Kontributor

Akang Marta

Indramayutradisi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel