Ads

Politik dan Pendidikan: Siapa Mendidik Siapa?

 

Politik dan Pendidikan: Siapa Mendidik Siapa?



Salah satu kutipan paling menohok dalam diskusi itu berbunyi, “Saya mohon agar politisi kita dididik, bukan pendidikan kita yang dipolitisi.” Kalimat sederhana ini mencerminkan kenyataan pahit bahwa pendidikan di Indonesia telah menjadi arena perebutan kepentingan politik. Pergantian menteri seolah menjadi sinyal perubahan kurikulum, bukan peningkatan kualitas. Orientasi kebijakan pendidikan lebih banyak diarahkan pada pencitraan dibanding pembenahan substansi. Akibatnya, esensi pendidikan sebagai pembentuk karakter bangsa semakin kabur.

Ketika seorang pembicara bertanya, “Kalau saya mau mendidik anak saya jadi politisi yang baik, kuliahnya di mana?” — tak ada yang bisa menjawabnya. Pertanyaan itu menelanjangi kekosongan sistem pendidikan kita dalam menanamkan moral dan integritas bagi calon pemimpin bangsa. Kita sibuk membangun kecerdasan intelektual, tapi melupakan kebijaksanaan yang seharusnya menyertai pengetahuan. Banyak lulusan yang cerdas secara akademik namun gagal menjadi manusia yang arif dan beretika. Inilah paradoks pendidikan yang kehilangan arah spiritual dan nilai kemanusiaan.

Lebih ironis lagi, perguruan tinggi di Indonesia kini dinilai sebagai lembaga paling tidak terpercaya kedua di dunia setelah Kazakhstan. Fenomena ijazah palsu, manipulasi nilai, dan obsesi terhadap akreditasi menjadi cermin buram wajah pendidikan tinggi kita. “Tujuh puluh persen mahasiswa kita lulus cum laude,” ujar salah satu pembicara, “bukan karena mereka jenius, tapi karena kampus mengejar akreditasi.” Ketika angka dan simbol menjadi ukuran keberhasilan, kejujuran pun dikorbankan demi citra semu. Maka, kita melahirkan generasi yang unggul secara kognitif namun rapuh secara moral — generasi yang tahu banyak hal, tetapi kehilangan makna menjadi manusia.

Kontributor

Akang Marta

Indramayutradisi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel