ASAL-USUL RAWA BOLANG DAN MISTERI TUNGGAK JATI BAGIAN 1.
ASAL-USUL RAWA BOLANG DAN MISTERI TUNGGAK JATI BAGIAN 1.
Misteri Rawa Bolang
Di dataran rendah Desa Jatisura, Kecamatan
Cikedung, terhampar sebuah rawa yang sejak dulu menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat. Warga desa menyebutnya Rawa Bolang, sebuah nama yang lahir dari
peristiwa yang tak pernah mereka lupakan.
Rawa Bolang bukan sekadar genangan air. Ia
terbentang luas, menampung hujan sepanjang musim, dan menjadi rumah bagi
ikan-ikan kecil yang disebut Sruwet. Anak-anak desa kerap menghabiskan
waktu di tepian rawa dengan membawa seser atau jala. Mereka tertawa riang,
berlarian di pematang, sambil berharap bisa menangkap ikan untuk lauk
sehari-hari. Suasana sederhana itu membuat rawa seolah menjadi ruang bermain
dan sumber kehidupan.
Namun, di balik keceriaan itu, rawa ini
menyimpan cerita yang membuat orang dewasa selalu berhati-hati. Salah satu
kisah yang paling terkenal datang dari Nenek Rina, seorang tetua desa. Dengan
suara lirih dan penuh kenangan, ia sering berkata kepada cucu-cucunya:
“Dulu, kerbau-kerbau kami sering mandi di sini.
Mereka suka merendam diri di air, seolah air rawa ini milik mereka sendiri.
Tapi suatu hari, seekor kerbau hilang. Hilang begitu saja. Kami mencari sampai
berhari-hari, tapi tak pernah ketemu. Sejak itu, orang bilang rawa ini
berhantu, dan kami menamainya Bolang, kebo
ilang.”
Peristiwa hilangnya kerbau itu menjadi titik
awal munculnya kepercayaan mistis. Warga yakin ada makhluk gaib yang mendiami
rawa. Mereka menyebutnya ula lembu, siluman yang diyakini berwujud
seperti ular raksasa dengan kepala menyerupai kerbau. Konon, makhluk itu lah
yang menculik hewan ternak yang berani masuk terlalu jauh ke rawa.
Cerita tentang ula lembu menyebar dari mulut ke
mulut, diwariskan dari orang tua kepada anak-anak. Bagi sebagian orang, kisah
itu adalah peringatan agar berhati-hati dan tidak serakah dalam memanfaatkan
rawa. Bagi yang lain, ia menjadi simbol bahwa alam punya kekuatan yang tak bisa
ditaklukkan sepenuhnya oleh manusia.
Sebagian warga bahkan percaya bahwa rawa memiliki
“pintu gaib” yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia roh. Tidak jarang,
setelah panen raya, beberapa petani masih menaruh sesajen sederhana di tepian
rawa: nasi tumpeng kecil, bunga, atau kepala ayam. Ritual ini bukanlah bentuk
pemujaan, melainkan penghormatan agar penunggu rawa tidak murka. Mereka yakin,
tanpa penghormatan itu, bencana bisa datang—air rawa meluap, hama menyerang
sawah, atau ternak kembali hilang.
Kini, Rawa Bolang memang tidak seluas dulu.
Sebagian lahannya berubah menjadi area persawahan. Namun, kisah mistis tentang
kerbau yang hilang dan penunggu gaibnya tetap hidup di hati warga. Bahkan
generasi muda yang lebih modern pun masih merasakan merinding saat melintas di
tepian rawa pada malam hari.
Rawa Bolang akhirnya menjadi lebih dari sekadar
rawa: ia adalah ruang cerita, tempat di mana kenyataan dan mitos bertemu, serta
pengingat bahwa manusia hanyalah satu bagian kecil dari alam yang luas dan
penuh misteri.
Konten Creataor
Akang Marta
Indramayutradisi.com