Ads

Sistem atau Manusia?

 

Sistem atau Manusia?



Menjelang akhir diskusi, muncul perdebatan klasik yang selalu menarik perhatian: apakah yang salah adalah sistem, atau manusianya? Sebagian peserta berpendapat bahwa sumber masalah terletak pada sistem pendidikan, birokrasi, dan aturan yang keliru. Namun, ada pula yang menimpali dengan tegas bahwa kesalahan sebenarnya ada pada manusianya sendiri. Sistem hanyalah alat yang dibuat oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Jika manusianya rusak, maka sebaik apa pun sistem itu, hasilnya tetap akan rusak.

Contoh sederhana dapat dilihat dari perilaku masyarakat di jalan raya setiap hari. Banyak pengendara yang dengan mudah melanggar lampu merah hanya karena merasa “jalannya sepi”. Ironisnya, ketika berada di luar negeri, orang Indonesia justru menjadi warga yang paling tertib dan patuh terhadap aturan lalu lintas. Fenomena ini menunjukkan bahwa kepatuhan kita masih bersifat situasional dan bergantung pada pengawasan. Kita belum menjadikan nilai moral sebagai kompas perilaku yang melekat dalam diri.

Inilah cermin nyata dari kondisi pendidikan kita hari ini—taat ketika diawasi, tetapi mudah curang ketika tidak ada yang melihat. Artinya, masalah utama bukan sekadar soal kebijakan atau kurikulum, melainkan soal kesadaran moral yang belum berakar kuat. Pendidikan kita lebih menekankan aspek kognitif daripada pembentukan karakter dan integritas. Nilai kejujuran, tanggung jawab, dan empati sering kali hanya menjadi slogan dalam upacara atau spanduk sekolah. Jika kesadaran moral ini tidak ditanamkan sejak dini, maka bangsa ini akan terus terjebak dalam lingkaran ketidakjujuran yang berulang.

Kontributor

Akang Marta

Indramayutradisi

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel