ASAL-USUL RAWA BOLANG DAN MISTERI TUNGGAK JATI BAGIAN 4.
ASAL-USUL RAWA BOLANG DAN MISTERI TUNGGAK JATI BAGIAN 4.
Larangan Tak Tertulis di Sekitar Tunggak Jati
Sejak
dahulu, kisah-kisah menyeramkan tentang Tunggak Jati telah beredar luas
di kalangan masyarakat sekitar Rawa Bolang. Tunggak tua yang berdiri kokoh di
tengah rawa itu dianggap bukan sekadar sisa pohon mati, melainkan pusat dari
kekuatan gaib yang sulit dijelaskan dengan nalar. Cerita-cerita mistis
tentangnya diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga membentuk keyakinan
mendalam yang hingga kini masih dipegang teguh.
Salah
satu cerita yang paling sering dikisahkan adalah tentang burung yang berani
terbang rendah di atas tunggak. Burung itu dipercaya akan kehilangan tenaga
secara tiba-tiba, lalu jatuh dan mati tanpa sebab yang jelas. Fenomena ini
membuat banyak orang meyakini bahwa ada energi tak kasatmata yang bersemayam di
sekitar tunggak, sebuah kekuatan yang menolak gangguan dari makhluk hidup lain.
Tidak
hanya burung, hewan ternak pun diyakini tak luput dari bahaya. Kambing atau
kerbau yang terlalu dekat dengan tunggak konon bisa hilang tanpa jejak, seolah
ditelan oleh rawa. Cerita ini semakin memperkuat pandangan bahwa Tunggak Jati
adalah wilayah terlarang, tempat yang harus dijaga jaraknya oleh manusia maupun
hewan. Ada pula kisah tentang orang-orang yang nekat mengambil potongan kayu
dari tunggak tersebut. Awalnya mereka merasa tidak terjadi apa-apa, tetapi
keesokan harinya jatuh sakit parah, bahkan ada yang dilaporkan meninggal.
Kejadian-kejadian itu diyakini sebagai bentuk kutukan dari penghuni gaib yang
marah karena tempat sucinya diganggu.
Kisah-kisah
menyeramkan semacam ini lambat laun membentuk aturan tak tertulis bagi
penduduk desa. Aturan tersebut sederhana namun penuh makna: jangan pernah
bersikap sembrono di dekat Tunggak Jati. Siapa pun yang melewati rawa harus
menjaga tutur kata, tidak boleh berbicara kasar, apalagi meremehkan keberadaan
tunggak. Jika terpaksa melintas, sebagian orang akan menundukkan kepala atau
berbisik lirih mengucapkan salam. Ada pula yang membawa sesajen kecil berupa
bunga, kemenyan, atau bahkan air putih sebagai tanda penghormatan kepada roh
penjaga.
Sikap
ini tidak lahir semata-mata dari rasa takut. Lebih dari itu, ia adalah bentuk
penghargaan terhadap kekuatan alam yang diyakini bersemayam di sekitar rawa.
Bagi masyarakat, Tunggak Jati adalah simbol bahwa alam bukan hanya kumpulan
benda mati, tetapi juga memiliki roh dan energi yang harus dihormati.
Mengabaikan aturan berarti melawan keseimbangan, dan pelanggaran terhadap
keseimbangan alam akan berakhir dengan bencana.
Hingga
kini, kepercayaan itu tetap hidup, meskipun zaman sudah berubah. Modernisasi
memang membawa cara pandang baru, tetapi cerita-cerita tentang Tunggak Jati
tidak pernah benar-benar hilang. Mereka menjadi bagian dari identitas budaya,
pengingat bahwa manusia dan alam memiliki hubungan yang saling terkait. Dengan
menghormati alam, masyarakat yakin kehidupan mereka akan lebih selaras dan
terhindar dari mara bahaya.
Konten Creataor
Akang Marta
Indramayutradisi.com