Krisis Kejujuran: Akar dari Semua Kerusakan
Krisis Kejujuran: Akar dari Semua Kerusakan
Di tengah semua masalah pendidikan — gaji rendah, sarana minim, kurikulum
yang berubah-ubah — ada satu hal yang jauh lebih mengakar: krisis kejujuran.
Kita hidup dalam sistem yang kerap memaafkan kebohongan kecil demi
kenyamanan bersama. Nilai siswa bisa diubah agar “sesuai target kelulusan”.
Laporan kegiatan bisa disusun tanpa pernah dilakukan. Guru-guru kadang dipaksa
menjadi “pemain data”, bukan pendidik sejati. Bahkan di lingkungan akademik
tinggi, praktik plagiarisme, titip absen, atau laporan penelitian fiktif telah
dianggap hal biasa.
Inilah yang dimaksud Paulo Freire
ketika ia menulis bahwa “pendidikan yang menindas adalah pendidikan yang
mematikan kesadaran kritis.” Pendidikan tanpa kejujuran bukan hanya gagal
melahirkan intelektual, tetapi juga melahirkan manusia yang terlatih untuk
berpura-pura.
Ketika guru dan murid sama-sama hidup dalam sistem kepura-puraan, maka
sekolah kehilangan moralnya. Krisis
kejujuran ini bukan hanya etika personal, melainkan penyakit struktural.
Ia lahir dari tekanan sistem yang menuntut hasil instan, bukan proses yang
bermakna.
Kontributor
Akang
Marta
Indramayutradisi