Tidak Ada yang Tidak Mungkin: Antitesis Rasionalitas
Tidak
Ada yang Tidak Mungkin: Antitesis Rasionalitas
Penulis: Akang Marta
Klaim motivasional populer tidak ada yang tidak mungkin (atau semua mungkin
) terdengar memberdayakan, tetapi dalam konteks pelatihan kognitif dan
epistemologi, klaim ini secara fundamental bertentangan dengan prinsip-prinsip rasionalitas dan empirisme.
1. Pelanggaran Prinsip Empiris: Penolakan Batasan
Realitas
Rasionalitas yang kuat didasarkan pada pengenalan
dan penerimaan terhadap batasan-batasan dunia empiris.
a. Empirisme:
Mengenal batas adalah hasil langsung dari pengalaman. Kita tahu bahwa mustahil
terbang tanpa bantuan alat (hukum fisika), mustahil mengubah masa lalu (hukum
waktu), atau mustahil membuat objek melebihi kecepatan cahaya.
b. Abstraksi Cacat: Klaim
semua mungkin memaksa akal untuk mengabstraksi realitas
dengan menghilangkan semua atribut batasan (hukum fisika, logika,
dan peluang). Abstraksi yang menghilangkan batasan menjadi abstraksi kosong (empty abstraction),
yang tidak memiliki daya prediksi atau daya guna dalam realitas.
Rasionalitas adalah kemampuan untuk beroperasi
secara efektif DALAM BATASAN realitas.
2. Erosi Logika dan Penalaran Kritis
Klaim ini merusak fondasi logika yang diperlukan
untuk penalaran kritis.
a. Prinsip Non-Kontradiksi: Dalam
logika Aristotelian, sesuatu tidak dapat menjadi A dan non-A pada waktu yang
sama. Jika semua mungkin benar,
maka kemungkinan dan ketidakmungkinan menjadi konsep yang sama, yang melanggar prinsip non-kontradiksi.
b. Ketidakmampuan Falsifikasi: Inti
dari metode ilmiah (sebuah aplikasi rasionalitas) adalah falsifikasi kemampuan untuk membuktikan bahwa suatu klaim
itu salah atau mustahil (Popper, 1959). Jika segala sesuatu mungkin, maka tidak
ada klaim yang dapat difalsifikasi. Ini secara efektif melumpuhkan
mekanisme akal sehat yang memungkinkan kita membedakan antara fakta dan
fantasi.
Latihan yang mengajarkan tidak ada yang tidak mungkin adalah
latihan untuk tidak pernah bertanya Apa
buktinya? atau Apakah
ini logis?
3. Dampak Negatif pada Kognisi Praktis
Penerimaan pasif terhadap klaim ini menyebabkan
kegagalan dalam penilaian risiko dan alokasi sumber daya.
a. Penilaian Peluang (Probabilitas):
Manusia yang rasional menghitung peluang. Kita mengalokasikan sumber daya pada
hal yang paling mungkin berhasil. Jika semua mungkin, maka
peluang P=100\% untuk setiap peristiwa. Ini melumpuhkan
kemampuan untuk berpikir secara probabilistik, yang merupakan inti dari
pengambilan keputusan yang rasional.
b. Akal Sehat yang Hilang: Akal
sehat adalah kompilasi dari batasan empiris yang telah teruji waktu. Pelatihan
yang menolak batasan ini menghasilkan individu yang percaya pada solusi ajaib
atau narasi yang sangat tidak mungkin, yang konsisten dengan keluhan Anda bahwa
akal sehat itu sangat
tidak umum saat ini.
4.
Melawan
Khayalan: Rasionalitas Tumbuh dalam Batasan
Klaim
motivasional populer tidak ada yang
tidak mungkin adalah antitesis langsung terhadap pelatihan
kognisi yang rasional. Rasionalitas dibangun di atas pengenalan dan penerimaan
terhadap batasan-batasan dunia empiris (hukum fisika, probabilitas, logika).
Indoktrinasi
yang menolak batasan ini mengajarkan abstraksi kosong yang tidak memiliki daya
prediksi atau fungsionalitas di dunia nyata. Ini melumpuhkan mekanisme akal
yang vital, yaitu falsifikasi kemampuan
untuk membuktikan bahwa suatu klaim itu salah atau mustahil.
Akibatnya,
individu kehilangan kemampuan penalaran probabilistik dan cenderung percaya
pada solusi ajaib, yang memanifestasikan diri dalam hilangnya akal sehat
kolektif. Melatih anak didik untuk mengakui dan bekerja di dalam batasan
adalah fondasi rasionalitas. Sebaliknya, indoktrinasi tidak ada yang tidak mungkin adalah
bentuk pelatihan untuk menolak data empiris dan menghindari kesulitan penalaran
logis, yang secara langsung menghasilkan kemerosotan kognitif dan
ketidakmampuan berpikir kritis.
