Antara Aktivitas dan Fungsi Strategis dalam Organisasi NU
Antara
Aktivitas dan Fungsi Strategis dalam Organisasi NU
Dalam
dinamika organisasi Nahdlatul Ulama (NU), seringkali terdapat perbedaan
pemahaman dan praktik antara aktivitas yang dilakukan sehari-hari dengan fungsi
strategis yang sebenarnya harus dijalankan oleh setiap kader dan pengurus.
Fenomena ini menjadi salah satu tantangan utama dalam pengelolaan organisasi,
terutama dalam hal kaderisasi, pembinaan, dan pelaksanaan program yang
berorientasi pada tujuan jangka panjang.
Aktivitas
dalam konteks ini merujuk pada berbagai kegiatan rutin yang dilakukan oleh
pengurus atau kader NU, seperti rapat, pengajian, kerja sosial, dan
kegiatan-kegiatan administratif lainnya. Aktivitas tersebut memang sangat
penting sebagai bagian dari pelaksanaan tugas organisasi di lapangan. Namun,
jika aktivitas hanya dilaksanakan sekadar formalitas atau rutinitas tanpa
pemahaman mendalam terhadap tujuan strategisnya, maka organisasi akan cenderung
stagnan dan sulit berkembang.
Di sisi
lain, fungsi strategis adalah aspek yang lebih luas dan fundamental, mencakup
perencanaan, pengembangan kapasitas kader, pembentukan visi dan misi, serta
pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien. Fungsi ini bertujuan
memastikan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan mendukung pencapaian tujuan
organisasi secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Salah
satu masalah yang muncul adalah kecenderungan banyak pengurus atau kader yang
terlalu fokus pada aktivitas-aktivitas kecil dan terfragmentasi tanpa
mengaitkannya dengan visi besar NU. Mereka terjebak dalam rutinitas
administratif dan kegiatan yang sifatnya sekadar menjalankan perintah, sehingga
kurang mampu melihat bagaimana setiap kegiatan bisa menjadi bagian dari
strategi besar dalam membangun organisasi. Akibatnya, energi dan sumber daya
yang ada seringkali terbuang sia-sia, dan potensi kader yang seharusnya bisa
lebih produktif menjadi terhambat.
Sebaliknya,
pengurus dan kader yang mampu mengintegrasikan aktivitas dengan fungsi
strategis biasanya memiliki pandangan yang lebih luas dan terarah. Mereka
memahami bahwa setiap kegiatan yang dijalankan harus berkontribusi pada
pembentukan kader yang unggul, penguatan jaringan NU di masyarakat, serta penegakan
nilai-nilai keagamaan dan sosial yang menjadi landasan organisasi. Dengan
demikian, aktivitas menjadi sarana, bukan tujuan akhir.
Misalnya,
dalam proses kaderisasi, bukan hanya sekadar menyelenggarakan pelatihan atau
pengajian rutin, tetapi juga merancang kurikulum yang relevan dengan tantangan
zaman, mengembangkan metode pembelajaran yang efektif, dan memastikan kader
mendapatkan penempatan strategis sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Hal ini
memerlukan perencanaan yang matang dan evaluasi berkelanjutan agar fungsi
strategis kaderisasi benar-benar terwujud.
Selain
itu, fungsi strategis juga menuntut adanya pengelolaan sumber daya manusia dan
finansial yang transparan dan profesional. Aktivitas yang melibatkan anggaran
dan tenaga harus dilandasi prinsip akuntabilitas dan tata kelola yang baik agar
organisasi tetap sehat dan dipercaya oleh masyarakat luas.
Perbedaan
antara aktivitas dan fungsi strategis ini juga sangat relevan dalam konteks
hubungan antar Banom dan Lembaga di NU. Seringkali, masing-masing badan otonom
sibuk dengan aktivitas internalnya tanpa koordinasi yang baik sehingga terjadi
tumpang tindih dan duplikasi program. Dengan menempatkan fungsi strategis
sebagai landasan, maka koordinasi dan sinergi antar Banom dapat lebih optimal,
sehingga program-program yang dijalankan menjadi lebih efektif dan berdampak
luas.
Untuk
menyeimbangkan antara aktivitas dan fungsi strategis, NU perlu memperkuat
kapasitas pengurus dan kader dalam aspek manajemen organisasi, kepemimpinan,
dan komunikasi strategis. Pelatihan dan workshop yang berorientasi pada
pengembangan wawasan dan keterampilan ini akan membantu mereka tidak hanya
menjadi pelaksana kegiatan, tetapi juga pemikir dan perencana strategis.
Kesimpulannya,
antara aktivitas dan fungsi strategis harus berjalan beriringan dalam
organisasi NU. Aktivitas tanpa strategi adalah rutinitas kosong yang mudah
kehilangan arah. Sebaliknya, fungsi strategis tanpa aktivitas yang nyata hanya
menjadi wacana tanpa realisasi. Oleh sebab itu, kader dan pengurus NU perlu terus
mengasah kemampuan mereka agar mampu menjalankan keduanya secara seimbang,
sehingga organisasi dapat berkembang dinamis, responsif terhadap perubahan, dan
tetap relevan dalam menghadapi tantangan zaman.
Content Creator
Akang Marta (Indramayutradisi.com)