Minimnya Literasi Organisasi di Tingkat Ranting dan MWC: Sebuah Tantangan Serius bagi NU
Minimnya
Literasi Organisasi di Tingkat Ranting dan MWC: Sebuah Tantangan Serius bagi NU
Salah
satu masalah mendasar yang kerap muncul dalam dinamika organisasi Nahdlatul
Ulama (NU) adalah minimnya literasi organisasi di kalangan pengurus, khususnya
pada tingkat ranting dan Majelis Wakil Cabang (MWC). Kondisi ini tidak bisa
dianggap remeh, sebab ranting dan MWC adalah ujung tombak pelaksanaan program
dan kebijakan NU di akar rumput. Jika pengurus di tingkat ini tidak memahami
dengan baik struktur organisasi, aturan main, dan mekanisme pengambilan keputusan
dalam NU, maka proses komunikasi dan implementasi kebijakan menjadi terganggu,
bahkan berpotensi menimbulkan salah paham dan konflik internal.
Banyak
pengurus ranting dan MWC yang selama ini menjalankan tugas tanpa pemahaman
memadai tentang peran dan fungsi masing-masing jenjang dalam struktur NU.
Mereka cenderung bekerja secara rutin dan administratif, tanpa benar-benar
menghayati tata kelola organisasi yang ada. Akibatnya, informasi penting dari
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang seharusnya bisa diterjemahkan dan
disosialisasikan secara tepat ke bawah justru sering tersendat atau bahkan
tidak sampai. Situasi ini jelas menghambat terwujudnya visi dan misi NU secara
menyeluruh, serta melemahkan semangat kebersamaan antar kader.
Lebih
memprihatinkan lagi, minimnya literasi organisasi ini kerap menimbulkan sikap
saling curiga dan kesalahpahaman di antara sesama pengurus dan kader NU. Salah
satu contoh konkret yang sering muncul adalah pandangan negatif dan prasangka
yang tidak berdasar terhadap JATMAN (Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah
an-Nahdliyah), sebuah organisasi resmi di bawah NU yang mewadahi para pengamal
tarekat. Padahal, JATMAN memiliki peran strategis dalam menjaga keberagaman
praktik keagamaan dan spiritualitas di NU, sekaligus memperkuat pondasi ukhuwah
dan amaliyah para kader.
Sayangnya,
pengurus yang kurang memahami sejarah, fungsi, dan posisi JATMAN dalam struktur
NU cenderung menilai organisasi ini dari sudut pandang pribadi yang terbatas.
Mereka mengabaikan konteks historis dan tujuan luhur yang diemban JATMAN
sebagai bagian dari khazanah NU yang kaya dan beragam. Ketidaktahuan ini
menimbulkan sikap eksklusif dan terkadang diskriminatif, yang sebenarnya
bertentangan dengan semangat inklusif dan toleran yang menjadi nilai utama NU.
Fenomena
seperti ini menunjukkan bahwa memahami NU secara utuh—termasuk keberagaman
lembaga, Banom, dan amaliahnya—merupakan prasyarat mutlak bagi setiap pengurus,
khususnya yang berada di level ranting dan MWC. Literasi organisasi yang kuat
tidak hanya membantu pengurus melaksanakan tugas administratif dan program
kerja dengan lebih efektif, tetapi juga menguatkan solidaritas dan rasa
kebersamaan antar kader, sehingga konflik internal bisa diminimalisasi.
Untuk
mengatasi tantangan ini, NU perlu mengambil langkah strategis dalam memperkuat
literasi organisasi di akar rumput. Program kaderisasi dan pelatihan pengurus
ranting dan MWC harus dirancang ulang agar tidak hanya menekankan aspek teknis,
tetapi juga membekali mereka dengan pemahaman mendalam tentang nilai, sejarah,
dan struktur organisasi NU secara menyeluruh. Pendekatan pembelajaran yang
interaktif, dialogis, dan kontekstual sangat penting agar materi yang
disampaikan mudah dipahami dan diaplikasikan dalam praktik.
Selain
itu, pembinaan literasi juga harus dilengkapi dengan pendampingan dan mentoring
oleh pengurus yang lebih senior dan berpengalaman. Dengan demikian, pengurus
muda di ranting dan MWC akan lebih cepat menyesuaikan diri, memahami tugasnya,
serta memiliki wawasan luas tentang peran lembaga dan Banom lain dalam NU.
Pendekatan ini juga membuka ruang untuk saling mengenal dan menghargai
keberagaman, sehingga prasangka negatif seperti terhadap JATMAN bisa
diminimalkan.
Pada
akhirnya, memperkuat literasi organisasi di tingkat ranting dan MWC adalah
investasi penting bagi keberlanjutan dan kualitas kepengurusan NU secara
keseluruhan. Ketika pengurus di akar rumput melek organisasi, mereka mampu
menjadi agen perubahan yang tangguh dan visioner, sekaligus menjaga marwah NU
sebagai organisasi massa Islam terbesar yang mengedepankan nilai toleransi,
persatuan, dan pengabdian tanpa pamrih.
Content Creator
Akang Marta (Indramayutradisi.com)