NU sebagai Organisasi Besar: Menata Regenerasi dan Meningkatkan Literasi Organisasi

 

NU sebagai Organisasi Besar: Menata Regenerasi dan Meningkatkan Literasi Organisasi


Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia memikul tanggung jawab yang sangat besar dalam menjaga keberlangsungan dan kemajuan umat. Salah satu aspek krusial yang harus mendapat perhatian serius adalah proses regenerasi kader. Regenerasi bukan sekadar soal menyiapkan penerus, tetapi juga bagaimana proses tersebut berjalan secara rapi, adil, dan berkelanjutan. Kaderisasi harus dipandang lebih luas dari sekadar menghasilkan output kader baru; ia juga harus memperhatikan distribusi potensi kader secara merata dan pemanfaatan kemampuan mereka secara optimal.

Salah satu tantangan utama yang kerap muncul adalah rendahnya literasi organisasi di kalangan pengurus, terutama di tingkat ranting dan Majelis Wakil Cabang (MWC). Banyak pengurus belum sepenuhnya memahami struktur, tugas, dan mekanisme pengambilan keputusan dalam NU. Akibatnya, peran dan posisi mereka menjadi tidak efektif, dan kadang menimbulkan kesalahpahaman antar kader. Oleh sebab itu, peningkatan literasi organisasi menjadi kebutuhan mendesak agar setiap pengurus benar-benar tahu di mana posisinya, apa perannya, dan bagaimana cara mereka dapat berkontribusi secara maksimal bagi kemajuan NU.

Selain literasi organisasi, budaya rangkap jabatan yang masih marak harus mendapat perhatian khusus. Fenomena satu kader memegang banyak posisi di berbagai Badan Otonom (Banom) atau lembaga struktural bukan hanya masalah etika, tetapi juga soal efektivitas pengabdian dan distribusi peluang. Menurut aturan Muktamar NU, praktik rangkap jabatan ini seharusnya dikendalikan dan ditegaskan kembali agar tidak menjadi penghambat regenerasi dan ruang berkembang kader baru. Khidmah di NU bukan soal berapa banyak jabatan yang dipegang, melainkan seberapa berdampak peran yang dijalankan untuk kemaslahatan umat dan organisasi.

Lebih jauh lagi, pengabdian kepada NU tidak harus melulu melalui jalur struktural. Di era sekarang, banyak ruang sosial, kultural, dan digital yang bisa dimanfaatkan sebagai media berkhidmah. Ini membuka peluang bagi kader yang mungkin tidak memiliki posisi formal di organisasi, tetapi memiliki kontribusi nyata lewat aktivitas dakwah, pengembangan ekonomi umat, pendidikan, atau inovasi digital yang bermanfaat bagi NU dan masyarakat luas.

Untuk itu, NU harus terus membangun dirinya sebagai organisasi yang terbuka dan meritokratis—memberikan ruang dan kesempatan yang adil bagi kader terbaiknya untuk tumbuh dan berkiprah. Prinsip “the right man on the right place” harus dijadikan dasar dalam penempatan dan pembinaan kader, bukan hanya sekadar jargon atau kalimat formal. Dengan menerapkan prinsip ini secara konsisten, proses regenerasi NU akan lebih sehat, organisasi menjadi lebih dinamis, dan perjuangan keummatan tetap berjalan dengan arah dan tujuan yang jelas.

Diskusi jujur dan terbuka seperti yang sering muncul dalam percakapan antar kader lintas generasi, mulai dari warung kopi hingga forum resmi organisasi, sangat penting untuk terus diperluas dan didorong. Refleksi semacam ini adalah pupuk bagi pertumbuhan NU yang matang dan berkelanjutan. NU bukan hanya dibangun oleh elite atau pengurus puncak, melainkan oleh jutaan kader di akar rumput yang secara diam-diam menjaga bara khidmah tetap menyala.

Mereka, para kader akar rumput ini, pantas mendapatkan ruang yang lebih luas bukan hanya dalam diskusi informal, tetapi juga dalam struktur organisasi dan kebijakan yang dibuat. Memberi ruang bagi mereka berarti menghargai dan memperkuat fondasi NU sebagai organisasi massa yang kuat dan responsif terhadap kebutuhan umat. Dengan demikian, NU akan terus mampu berperan sebagai pelopor dalam menjaga keutuhan umat, sekaligus menjawab tantangan zaman dengan langkah yang tepat dan penuh keberanian.

Keberhasilan NU ke depan sangat bergantung pada bagaimana proses regenerasi dan kaderisasi dijalankan dengan prinsip keadilan, profesionalisme, dan semangat kebersamaan. Hanya dengan itu, NU akan tetap eksis sebagai organisasi keagamaan yang relevan dan berpengaruh dalam membangun Indonesia yang lebih baik.

Content Creator

Akang Marta (Indramayutradisi.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel