Indramayu Tradisi: Merajut Identitas di Tengah Arus Modernitas
Indramayu Tradisi: Merajut Identitas di Tengah Arus Modernitas
Indramayutradisi.com: Tulisan ini hasil analisis dialog 4 Tokoh Pemuda Indramayu, yaitu Kang Moh. Nurudin, Akang Marta, Kang Yahya Anshori dan Kang Arif Kurniawan Hidayat (dari kiri ke Kanan) dari Podcast https://www.youtube.com/@Indramayutradisi yang di tayangkan pada 13 Mei 2025 dari https://youtu.be/4TAFrvAZaos?t=768 dengan tema PODCAST Tradisi Indramayu Siapa Peduli ? #indramayu #KDM #tradisi #umkm #dedimulyadi #NU
Indramayu, sebuah
wilayah yang kaya akan warisan budaya dan tradisi di pesisir Jawa Barat, kini
tengah berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, modernitas dengan segala
implikasinya tak terhindarkan menerjang. Di sisi lain, akar tradisi yang kuat
menjadi jangkar identitas yang perlu terus dirawat dan relevan dengan
perkembangan zaman. Diskusi hangat yang terjalin antara para tokoh muda
Indramayu dari berbagai latar belakang—akademisi, aktivis kultural, hingga
penggiat media—membuka ruang refleksi yang penting mengenai bagaimana daerah
ini dapat menavigasi perubahan tanpa kehilangan jati dirinya.
Inisiatif
untuk membentuk wadah "Indramayu Tradisi" yang hadir baik secara
daring maupun luring, menjadi oase di tengah derasnya arus informasi. Kesadaran
akan pentingnya mengangkat potensi Indramayu, memberikan sumbangsih pemikiran,
dan merajut kembali narasi daerah dari sudut pandang internal, patut
diapresiasi. Pertemuan yang tidak "ujug-ujug" ini, melainkan hasil
dari serangkaian komunikasi dan kesamaan visi, menjadi modal awal yang kuat
untuk membangun Indramayu ke depan.
Persepsi
tentang Indramayu yang disampaikan oleh seorang konsultan dan manajer politik,
yang mengaku sebagai "orang biasa-biasa keren," justru menangkap
esensi bahwa kekuatan daerah seringkali tersembunyi dalam kesederhanaan dan
kearifan lokal. Merujuk pada karya klasik Clifford Geertz, "The Religion
of Java," diskusi ini menyiratkan pentingnya memahami tradisi dan budaya
sebagai sistem simbol dan makna yang mendasari perilaku masyarakat.
Keunikan
Indramayu semakin terpancar dari latar belakang para tokoh yang terlibat.
Keberagaman afiliasi kultural dan keagamaan—ada yang lekat dengan Nahdlatul
Ulama (NU), ada yang memiliki akar "abangan" namun bergaul lintas
batas, hingga yang memiliki perspektif akademis yang disiplin—menjanjikan
diskusi yang kaya dan multidimensional. Justru dari perbedaan inilah, potensi
untuk saling melengkapi dan menghasilkan gagasan-gagasan segar bagi kemajuan
Indramayu muncul.
Inisiatif
media "Indramayu Tradisi" yang mencoba mengulik lebih dalam makna
"tradisi," "budaya," dan berbagai aspek kearifan lokal
lainnya, mengisi kekosongan ruang diskusi yang selama ini belum banyak
tersentuh. Di tengah gempuran informasi dari luar, penting bagi masyarakat
Indramayu untuk memiliki platform internal yang mampu menyajikan perspektif
yang mendalam dan otentik tentang identitas mereka.
Salah
satu titik tolak pemikiran yang menarik adalah bagaimana banyak isu-isu menarik
di Indramayu belum terpublikasikan atau dipandang melalui lensa tradisi. Contoh
kasus viral mengenai truk yang memandikan babi di jalur pantura menjadi
ilustrasi betapa seringkali masyarakat bereaksi secara emosional tanpa analisis
yang mendalam. Reaksi spontan yang mengaitkan babi dengan najis dan
implikasinya terhadap hasil pertanian, menunjukkan perlunya pendekatan yang
lebih kritis dan berlandaskan pemahaman keagamaan dan ilmiah yang komprehensif.
Semangat
"Indramayu Tradisi" untuk mencermati, menganalisis secara kritis, dan
memperkaya pemahaman masyarakat terkait tradisi-tradisi lokal patut diacungi
jempol. Banyak tradisi yang muncul dari kearifan leluhur seringkali dikritisi
dengan isu-isu syirik dan haram tanpa kajian yang mendalam. Padahal,
tradisi-tradisi ini menyimpan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal yang relevan
dengan konteks sosial dan lingkungan masyarakat Indramayu.
Upaya
untuk menganalisis tradisi dalam kacamata yang lebih luas, tidak hanya hitam
putih, tetapi juga melihatnya sebagai warisan kearifan yang perlu dijaga dan
dipahami secara mendalam, adalah langkah maju. Tujuannya jelas: menjadikan
"Indramayu Tradisi" sebagai ruang bagi masyarakat kritis, sehingga
Indramayu dapat terus maju dan modern tanpa terjebak dalam dogmatisme yang
menghambat perkembangan.
Merujuk
pada pemikiran Kiai Sahal Mahfudh tentang bagaimana fikih dapat diterapkan di
kalangan masyarakat bawah, dan gagasan Azyumardi Azra tentang bagaimana tradisi
masyarakat dapat menjadi masukan bagi konsep hukum Islam, diskusi ini
menyiratkan pentingnya kontekstualisasi ajaran agama dengan realitas sosial dan
budaya lokal. Hukum Islam tidak selamanya statis, melainkan perlu
diaktualisasikan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat, termasuk
masyarakat pesisir Indramayu yang memiliki kekhasan tersendiri.
Pandangan
menarik muncul ketika fenomena memandikan babi justru dilihat sebagai upaya
cerdas untuk pansos (panjat sosial) yang
memanfaatkan sensitivitas masyarakat terhadap isu haram. Meskipun demikian,
pertanyaan kritis tetap mengemuka: apakah publik cukup cerdas untuk menangkap pesan
di balik fenomena tersebut dan memahami tinjauan hukum Islam yang sebenarnya?
Pengalaman
bergaul dengan berbagai kalangan, termasuk aktivis dan politisi, serta kemudian
kembali ke masyarakat desa di pinggir hutan, memberikan perspektif unik tentang
di mana sebenarnya "rahmat" itu berada. Rahmat tidak hanya terbatas
di perkotaan atau di kalangan akademisi, tetapi juga berpotensi hadir di
wilayah-wilayah yang seringkali terpinggirkan. Analogi ini relevan dengan
Indramayu, yang perlu menggali potensi tersembunyi dan mengubah pandangan tabu
menjadi kajian ilmiah.
Tradisi
bukanlah sesuatu yang tabu jika dikaji secara mendalam. Kitab-kitab zaman
dahulu yang mencatat berbagai fenomena alam dan sosial yang berulang,
sebenarnya adalah hasil dari kajian dan observasi yang cermat. "Indramayu
Tradisi" diharapkan dapat merangsang masyarakat untuk berpikir lebih logis
dan ilmiah tentang berbagai fenomena yang terjadi di sekitar mereka.
Indramayu
yang seringkali diasosiasikan dengan budaya "abang jo" (merah hijau),
yang secara kultural mungkin lebih dekat dengan tradisi abangan namun mayoritas
penduduknya berlatar belakang NU (hijau), memiliki kekebalan tersendiri
terhadap radikalisme. Kuatnya adab lokal menjadi benteng pertahanan yang perlu
terus diperkuat. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana mengenalkan
kekayaan tradisi Indramayu yang sesungguhnya kepada generasi muda yang lebih
terpapar informasi dari luar.
Diskusi
mengenai konsep ihyaul mawad (menghidupkan tanah
mati) yang sempat ramai terkait proyek strategis nasional, memberikan
perspektif tentang bagaimana mengoptimalkan sumber daya alam untuk
kesejahteraan masyarakat. Konsep ini relevan dengan potensi Indramayu yang
perlu digali dan dikelola secara berkelanjutan.
Kekayaan
tradisi Indramayu seperti Ngarot, Nadran, Sedekah Bumi, Mapag Sri, Ngeruat, dan
Kumbul Tumpeng, adalah aset budaya yang tak ternilai harganya. Namun,
pergeseran nilai dalam tradisi Ngarot, misalnya, di mana "bocah enom"
(anak muda) yang ditampilkan bukan lagi yang siap menikah melainkan anak-anak
SD, menunjukkan perlunya kajian dan pelestarian nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam tradisi.
Kritik
terhadap kaum agamis yang secara paksa "menggerus" adat lokal,
padahal dalam implementasi sehari-hari masih kental dengan praktik seremonial,
menjadi catatan penting. Penolakan terhadap tradisi seperti Baritan dan Sedekah
Bumi atas dasar haram, justru menghilangkan nilai-nilai substansial yang
terkandung di dalamnya, seperti sedekah dan gotong royong. Hilangnya tradisi
Labuhan juga menjadi contoh bagaimana agama tidak masuk menggantikan
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi tersebut.
Diskusi
mengenai dampak modernisasi pertanian, khususnya masuknya combine (alat panen modern), juga
menjadi perhatian serius. Meskipun teknologi tidak dapat ditolak, dampaknya
terhadap buruh tani lokal yang kehilangan mata pencaharian perlu diatasi.
Usulan inovatif untuk melibatkan masyarakat dalam pembiayaan combine sehingga hasil panen tetap
dapat dibagi secara adil, menjadi contoh bagaimana tradisi dan modernitas dapat
disinergikan.
Pentingnya
pemerintah daerah untuk memetakan tradisi-tradisi yang ada di Indramayu dan
merespons dinamika perubahan dengan kebijakan yang berpihak pada masyarakat
kecil, menjadi penutup yang relevan. Kemajuan adalah keniscayaan, namun harus
disikapi dengan ilmu dan kearifan lokal.
"Indramayu
Tradisi" membuka diri bagi partisipasi semua pihak dengan pikiran terbuka.
Tidak ada niatan untuk mengalahkan atau bersaing, melainkan untuk membangun
forum yang inklusif dan konstruktif. Fokus pada isu-isu aktual seperti
perlindungan hutan pesisir, pemberdayaan petani dan buruh tani, serta
penanggulangan masalah sosial yang diakibatkan oleh kemiskinan, menunjukkan
komitmen untuk menjadi media yang relevan dan berdampak positif bagi masyarakat
Indramayu.
Analisis
yang mendalam terhadap persoalan ekonomi, budaya, dan tradisi diharapkan dapat
menjadi alat untuk memahami Indramayu secara lebih cerdas dan analitis.
Masukan-masukan konstruktif dari berbagai kalangan—pemerintahan, akademisi,
politisi, tokoh pemuda, masyarakat, petani, pedagang—sangat diharapkan untuk
memperkaya diskusi dan menghasilkan solusi yang tepat bagi kemajuan Indramayu.
Dengan
semangat keterbukaan dan keinginan untuk memberikan informasi dan edukasi yang
seterang-terangnya, "Indramayu Tradisi" menjadi wadah yang
menjanjikan untuk merajut kembali identitas Indramayu di tengah arus
modernitas, serta memberdayakan masyarakat untuk menghadapi tantangan zaman
dengan kearifan lokal sebagai pijakannya.