Krisis Profesionalisme dan Identitas: Menyelamatkan Sumber Daya Seni Indramayu
Krisis Profesionalisme dan Identitas:
Menyelamatkan Sumber Daya Seni Indramayu
Di tengah kompleksitas masalah regulasi dan peran
lembaga, seni pertunjukan di Indramayu juga menghadapi tantangan mendasar
lainnya: keterbatasan sumber daya manusia yang profesional dan
krisis identitas grup seni. Fenomena ini menjadi faktor krusial yang secara
langsung memengaruhi kualitas pertunjukan dan daya saing di industri kreatif.
Banyak grup seni saat ini tidak memiliki anggota tetap; mereka lebih
mengandalkan sistem "rental" atau musisi lepas. Akibatnya, sulit
sekali mencapai konsistensi dalam pementasan dan, yang lebih
penting, membangun ciri khas atau brand yang kuat
bagi grup seni tersebut.
Dulu, setiap grup seni di Indramayu memiliki
identitasnya sendiri yang melekat kuat di benak penonton. Ambil contoh grup
"Yuda Putra" yang dikenal luas dengan ciri khas gamelannya. Ciri khas
inilah yang menjadi daya tarik utama dan nilai jual sebuah grup, membedakannya
dari yang lain dan menciptakan loyalitas penonton. Namun, realitas saat ini
sungguh berbeda. Hampir semua grup seni terlihat mirip satu sama lain, sehingga
sulit dibedakan. Ketika ciri khas ini hilang, yang terjadi adalah persaingan
harga yang tak terhindarkan. Para seniman cenderung menawarkan harga
yang lebih rendah demi mendapatkan tawaran pementasan, sebuah spiral yang pada
akhirnya akan menjatuhkan nilai seni itu sendiri, baik secara finansial maupun
moral. Kualitas dikorbankan demi kuantitas manggung.
Para seniman dan pemilik grup seni di Indramayu
perlu menyadari betul pentingnya membangun kembali ciri khas dan
profesionalisme. Ciri khas bukan sekadar pembeda, melainkan fondasi
identitas yang kuat bagi sebuah grup. Ini akan meningkatkan nilai jual di mata
pasar dan membentuk ikatan emosional dengan audiens. Upaya membangun ciri khas
ini harus diiringi dengan investasi dalam pengembangan kualitas seniman,
baik dari segi teknis pementasan maupun etika dalam berkesenian.
Sanggar-sanggar seni dan program pelatihan profesional dapat menjadi wadah
vital untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang seni,
membentuk seniman yang tidak hanya berbakat, tetapi juga berintegritas.
Membangun profesionalisme
juga berarti memahami bahwa seni bukan hanya soal bakat alami. Ia adalah
tentang disiplin, etika, dan tanggung jawab. Seniman yang
profesional akan senantiasa menjaga kualitas pementasannya, menghormati audiens
dengan memberikan yang terbaik, dan selalu berusaha menyampaikan pesan-pesan
positif melalui karyanya. Mereka sadar bahwa setiap penampilan adalah
representasi diri dan budaya. Sikap profesional inilah yang akan mengangkat
harkat dan martabat seni di Indramayu, keluar dari stigma "asal laku"
menjadi "berkualitas dan bermakna." Ini adalah investasi jangka
panjang yang tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan seniman, tetapi juga
mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap seni sebagai media yang bernilai
dan mendidik. Tanpa komitmen terhadap profesionalisme dan identitas, seni
Indramayu akan terus tergerus dalam persaingan pasar yang brutal.
Content Creator
Akang Marta (Indramayutradisi.com)