Sapaan Ringan yang Menyambung Gairah Khidmah di NU
Sapaan Ringan yang Menyambung Gairah Khidmah di NU
“Keren
sekali sampan hari ini ya.” Kalimat sederhana ini mungkin terdengar sepele di
telinga banyak orang. Namun dalam suasana obrolan santai antar kader Nahdlatul
Ulama (NU) lintas generasi, sapaan ringan semacam itu bisa menjadi pintu masuk
bagi percakapan yang jauh lebih dalam. Ia membuka ruang refleksi tentang
perjalanan panjang, denyut kehidupan, dan dinamika organisasi keagamaan
terbesar di Indonesia.
Obrolan
santai yang berawal dari pujian ringan pada pakaian atau candaan khas sesama
kader bisa tiba-tiba menjelma menjadi ruang diskusi serius—tentang sejarah
perjuangan, perubahan pola gerakan, hingga kegelisahan atas tantangan masa
depan. Tidak ada yang terlalu formal, tetapi makna yang terkandung kerap begitu
substansial. Di titik inilah, percakapan bukan lagi basa-basi belaka. Ia
menjadi jembatan perasaan, tempat pengalaman, idealisme, dan harapan
bersilangan dalam keakraban yang khas NU.
Salah
satu kisah menarik yang muncul dalam diskusi tersebut adalah perjumpaan dua
kader NU yang sudah lama tidak bersua. Yang satu merupakan perintis Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) di daerahnya pada era 80-an, sementara yang lain
aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada awal 2000-an.
Keduanya kini duduk berdampingan, tidak lagi dalam posisi struktural, tetapi
sebagai sahabat seperjuangan yang tengah menimbang ulang makna khidmah mereka.
Pertemuan
itu menyiratkan satu hal penting: pengabdian di NU bukan jalan instan. Ia
adalah laku panjang yang sering kali sunyi, penuh liku, namun terus menuntut
kesetiaan pada nilai dan tujuan bersama. Perjalanan kader-kader NU melewati
berbagai jenjang organisasi dari IPNU, PMII, hingga mungkin ke jajaran
tanfidziyah atau syuriyah, adalah bukti dari sebuah proses kaderisasi sosial
dan spiritual yang tidak berhenti pada satu titik.
Dari
sapaan ringan, NU belajar menyemai nilai kebersamaan dan keterbukaan. Dari
perbincangan santai, tumbuh refleksi dan harapan. Dan dari perjumpaan antar
generasi, NU terus merajut kesinambungan—antara sejarah dan masa depan, antara
warisan dan pembaruan. Di situlah letak kekuatan NU: ia hidup dalam percakapan,
tumbuh dalam kebersamaan, dan bergerak bersama khidmah yang tak pernah usai.
Content Creator
Akang Marta (Indramayutradisi.com)