Sandiwara Indramayu: Antara Tontonan, Etika, dan Masa Depan Seni Tradisi

 

Pergeseran Etika dalam Seni Sandiwara Indramayu: Ketika Tuntunan Tergerus Tontonan Komersial



Indramayu. Seni, dalam peradaban manusia, selalu memikul dua peran penting: sebagai tontonan yang menghibur dan tuntunan yang mendidik. Sebuah cerminan luhur yang dulu begitu kental dalam tradisi seni pertunjukan Indramayu, khususnya sandiwara. Sejak lama, sandiwara bukan sekadar hiburan visual dan auditif, melainkan medium penyampai nilai-nilai etika, kepahlawanan, kejujuran, dan kebijaksanaan hidup. Masyarakat pulang dari pementasan tak hanya membawa kenangan akan tawa dan haru, tetapi juga pelajaran berharga yang dapat diterapkan dalam keseharian. Seni adalah integral pembentuk karakter.

Namun, zaman berubah, dan arus modernisasi menggerus esensi itu. Di era digital ini, dengan YouTube dan Facebook menjadi panggung utama, terjadi pergeseran paradigma yang mengkhawatirkan. Demi popularitas dan keuntungan finansial, banyak seniman—terutama generasi 2000-an—rela mengorbankan nilai edukatif demi daya tarik pasar. "Yang penting laku di pasaran," seolah menjadi mantra, meski harus mengabaikan etika dan norma.

Misalnya, penggunaan kata-kata tak pantas atau lirik lagu yang terang-terangan mengajak pada perselingkuhan, telah menjadi pemandangan miris. Ini tak hanya mencoreng citra seni itu sendiri, tetapi juga meracuni masyarakat, terutama anak-anak. Bocah-bocah polos yang terpapar konten semacam ini cenderung menganggap hal yang tadinya tabu menjadi lumrah. Sebuah bahaya laten yang mengancam moralitas generasi mendatang.

 

Komersialisasi dan Hilangnya Esensi Cerita dalam Sandiwara Indramayu

Sandiwara Indramayu, permata seni tradisional yang begitu digandrungi, kini terperangkap dalam dilema akut antara menjaga tradisi dan godaan komersialisasi. Popularitasnya yang menembus batas Indramayu, bahkan ke kalangan diaspora, justru datang dengan harga mahal.

Salah satu keprihatinan terbesar adalah dominasi "bodoran" atau lawakan. Dulu, humor ini sekadar selingan penutup cerita, pemanis. Kini, ia menjadi raja panggung, dipaksakan di setiap sesi, mengesampingkan alur cerita utama. Porsinya bahkan bisa mencapai 70 persen dari total durasi pementasan. Bukan lagi selingan, melainkan inti yang menggeser inti.

Dampaknya fatal: esensi cerita hilang. Banyak pementasan tak menuntaskan narasinya. Penonton disuguhi potongan kisah terputus, atau bahkan antiklimaks. Ini sangat disayangkan. Seni bercerita (telling story) adalah metode efektif menyampaikan nilai dan pelajaran hidup. Jika ceritanya tak utuh, bagaimana mungkin pesan moral dan kebijaksanaan tersampaikan kepada generasi muda?

Ironisnya, para pelawak ini kerap tak memiliki latar belakang pendidikan formal seni atau etika pertunjukan. Mereka talenta alamiah yang mengandalkan improvisasi. Namun, demi mendongkrak popularitas, mereka kadang menggunakan kata atau perilaku tak pantas—seperti "kiri" atau "tumpur"—yang seharusnya tak dipublikasikan, apalagi di media sosial yang diakses anak-anak SD.

Ini cerminan kondisi memprihatinkan. Seni pertunjukan yang seharusnya cerminan budaya lokal yang kaya, kini malah berisiko diinterpretasikan sebagai seni yang kasar atau tak beretika. Stereotip "orang Indramayu itu kasar" bisa terbentuk karena paparan konten yang mudah tersebar ini.

 

Krisis Kelembagaan dan Regulasi: Akar Permasalahan Etika Seni di Indramayu

Kondisi seni pertunjukan di Indramayu menjerit akan intervensi lembaga terkait. Dewan Kesenian Indramayu (DKI), yang seharusnya menjadi garda terdepan, dinilai belum optimal. Ada kesan DKI dan organisasi seni lain lebih banyak bermain di ranah elitis dan politis, jauh dari persoalan substansial di lapangan.

Padahal, dulu, mekanisme pengawasan dan pembinaan lebih terstruktur. Grup seni wajib lapor aktivitas pementasan ke Dewan Kesenian. Kemudian, pengawas dari DKI atau Dinas Pendidikan, Kesenian, dan Kebudayaan diutus untuk memantau langsung. Mereka memastikan cerita sesuai etika dan moral, serta memeriksa perizinan. Sebuah komitmen yang kini hilang.

Praktik pengawasan ini kini tak ada. Sebagian seniman merasa tak nyaman diawasi, bahkan menganggap pengawas seperti "pungli" yang tak memberi pembinaan. Akibatnya, kooperatif seniman melemah, menciptakan kekosongan pembinaan dan pengawasan, sehingga etika pertunjukan terabaikan.

Selain itu, masalah regulasi juga jadi sorotan tajam. Hingga kini, belum ada regulasi jelas dan memadai untuk seniman lokal Indramayu. Minimnya campur tangan pemerintah daerah—eksekutif maupun legislatif—dan DKI sendiri, membuat seniman merasa tak terlindungi dan tak mendapat porsi seharusnya dalam pengembangan seni lokal. Ini berimbas pada minimnya pemberdayaan dan kesejahteraan mereka.

Regulasi jelas mutlak diperlukan untuk menjaga kualitas seni dan memastikan ia tetap menjadi media positif. Regulasi dapat mencakup standar etika pertunjukan, perlindungan hak cipta, dan skema pemberdayaan berkelanjutan. Tanpa payung hukum kuat, seni akan terus didorong pasar dan komersialisasi semata, tanpa peduli dampaknya pada masyarakat.

Pemerintah daerah seharusnya lebih berpihak pada seni lokal. Contoh nyata, mengapa pementasan di pendopo justru mendatangkan musisi dari luar Indramayu? Jika tujuannya memperkenalkan seni, bukankah seniman Indramayu yang harus didahulukan? Ini terkesan "mengeruk" sumber daya Indramayu untuk dibawa keluar. Seharusnya, seniman lokal diprioritaskan, agar bangga dan punya kesempatan memperkenalkan seni Indramayu lebih luas.

 

Ancaman Krisis Profesionalisme dan Dampaknya pada Generasi Muda dalam Seni Sandiwara Indramayu

Di samping masalah regulasi dan peran lembaga, seni pertunjukan Indramayu juga menghadapi tantangan mendasar lainnya: keterbatasan sumber daya manusia profesional dan krisis identitas grup seni. Banyak grup yang kini mengandalkan sistem "rental" musisi lepas, bukan anggota tetap. Ini memicu kurangnya konsistensi pementasan dan sulitnya membangun ciri khas atau brand grup.

Dulu, setiap grup seni punya identitas kuat, seperti "Yuda Putra" dengan gamelannya. Ciri khas ini daya tarik dan nilai jual. Kini, grup-grup mirip, sulit dibedakan. Ketika ciri khas hilang, persaingan harga tak terhindarkan. Seniman menawarkan harga lebih rendah demi manggung, menjatuhkan nilai seni secara finansial dan moral.

Seniman dan pemilik grup perlu sadar pentingnya membangun ciri khas dan profesionalisme. Ini bukan cuma tingkatkan nilai jual, tapi ciptakan identitas kuat. Artinya, berinvestasi dalam pengembangan kualitas seniman, teknis maupun etika. Sanggar seni dan pelatihan profesional bisa jadi wadah.

Membangun profesionalisme juga berarti memahami seni bukan cuma bakat alami, tapi disiplin, etika, dan tanggung jawab. Seniman profesional menjaga kualitas pementasan, menghormati audiens, dan selalu sampaikan pesan positif. Ini investasi jangka panjang, mengangkat harkat seni Indramayu dari stigma "asal laku" jadi "berkualitas dan bermakna."

Dampak paling nyata dari seni yang mengesampingkan nilai edukatif adalah pada generasi muda. Anak-anak SD, yang paling rentan, menyerap apa yang mereka lihat dan dengar tanpa filter. Contohnya, video "bodoran" di YouTube dengan kata kasar merusak etika berbahasa mereka. Guru-guru prihatin melihat perilaku dan tutur kata anak-anak menjadi kasar. Ini bukti dahsyatnya pengaruh seni dalam membentuk karakter.

Selain itu, kurangnya cerita utuh dalam sandiwara berdampak pada kemampuan orang tua mendongeng kisah bermoral. Di era modern, banyak orang tua tak terbiasa. Seni pertunjukan seharusnya menjembatani ini, menyampaikan cerita masa lalu dan nilai kehidupan. Jika cerita terabaikan, anak-anak kehilangan pelajaran berharga dari media menarik.

Kefiguran dan keteladanan dari cerita inspiratif sulit terbentuk jika sumbernya tak lagi memadai. Padahal, kisah keteladanan krusial bentuk karakter dan moralitas anak. Kita perlu "flashback" ke masa lalu, bagaimana seni jadi transmisi nilai antar generasi.

Maka, sangat penting mengembalikan fungsi seni sebagai media edukasi. Seniman, organisasi seni, dan pemerintah harus bekerja sama menciptakan konten seni yang tak hanya menghibur, tapi juga mendidik dan menginspirasi. Ini investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa, memastikan generasi mendatang tumbuh dengan karakter kuat dan moralitas baik.

 

Strategi Komprehensif untuk Revitalisasi Seni Tradisi Indramayu

Untuk mengembalikan marwah seni Indramayu sebagai tuntunan dan tontonan edukatif, kolaborasi dan komitmen dari berbagai pihak mutlak diperlukan. Berikut beberapa solusi dan harapan yang harus diupayakan:

1.      Edukasi dan Pembinaan Etika Pertunjukan: Organisasi seni dan DKI harus aktif memberikan edukasi dan pembinaan etika pertunjukan kepada seniman melalui lokakarya atau pelatihan rutin. Materi bukan hanya teknis, tapi juga etika berbahasa, interaksi penonton, dan tanggung jawab moral. Kampanye kesadaran tentang pentingnya seni edukatif juga perlu dilakukan untuk mendorong masyarakat selektif memilih tontonan berkualitas.

2.      Penguatan Peran Dewan Kesenian Indramayu: DKI harus reaktifkan fungsi pengawasan pementasan seni sebagai bagian dari pembinaan, bukan formalitas. Kehadiran pengawas harus berorientasi pada masukan dan arahan, bukan "pungli". DKI juga harus lebih transparan dan akuntabel kepada anggotanya, dengan program dan kebijakan yang jelas dan terasa manfaatnya. Fokus harus pada persoalan substansial pelaku seni di lapangan, alih-alih bermain di ranah elitis.

3.      Pembuatan Regulasi yang Jelas dan Mendukung: Pemerintah daerah—eksekutif dan legislatif—harus segera menyusun dan mengesahkan regulasi jelas terkait seni lokal. Regulasi ini harus mencakup standar etika pertunjukan, perlindungan hak cipta seniman, dan skema pemberdayaan berkelanjutan.

4.      Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Profesionalisme: Dukungan terhadap pembentukan dan operasional sanggar seni perlu ditingkatkan sebagai tempat lahirnya seniman profesional dan beretika. Program pelatihan berkelanjutan harus diadakan untuk meningkatkan kualitas teknis dan manajerial seniman, termasuk akting, vokal, manajemen panggung, hingga adaptasi teknologi. Seniman dan pemilik grup harus didorong membangun ciri khas atau brand grup mereka untuk meningkatkan nilai jual dan profesionalisme.

5.      Pemberdayaan Seniman Lokal: Pemerintah daerah harus memprioritaskan seniman lokal dalam setiap acara atau pementasan yang diselenggarakan, sebagai bentuk dukungan nyata. Pemerintah dan organisasi seni juga perlu mempromosikan karya seniman Indramayu ke kancah yang lebih luas dan memfasilitasi mereka tampil di luar daerah.

6.      Peran Serta Masyarakat: Masyarakat perlu memberikan dukungan positif kepada seniman yang menjaga nilai edukatif karyanya, baik melalui apresiasi maupun kritik membangun. Orang tua juga harus lebih proaktif memilih tontonan anak dan memanfaatkan seni pertunjukan sebagai media edukasi di lingkungan keluarga.

Dengan kolaborasi kuat antara seniman, organisasi seni, pemerintah daerah, dan masyarakat, Indramayu memiliki potensi besar mengembalikan kejayaan seni tradisionalnya. Seni tidak hanya akan menghibur, tetapi juga menjadi sumber inspirasi, pendidikan, dan cerminan kearifan lokal yang patut dibanggakan. Ini adalah investasi penting untuk masa depan Indramayu, membentuk generasi yang berkarakter, berbudaya, dan beretika.

Membangun Kembali Seni Indramayu: Kolaborasi untuk Melestarikan Etika dan Kualitas Seni Tradisi

Pembicaraan tentang perkembangan seni di Indramayu, khususnya sandiwara, telah mengungkapkan banyak tantangan: pergeseran nilai, dampak komersialisasi, hingga kurangnya regulasi dan pembinaan. Namun, di balik semua itu, ada harapan besar untuk mengembalikan seni pada hakikatnya sebagai tuntunan dan tontonan yang mendidik.

Seni adalah cerminan budaya dan identitas suatu daerah. Jika seni Indramayu ingin terus berkembang dan memberikan dampak positif, semua pihak harus bersatu. Para seniman perlu menyadari tanggung jawab moral mereka, organisasi seni harus lebih proaktif dalam pembinaan, dan pemerintah daerah harus memberikan dukungan nyata melalui kebijakan dan pemberdayaan. Masyarakat juga harus berperan aktif sebagai penonton cerdas yang mendukung karya seni berkualitas.

Mari kita bersama-sama menjaga dan memajukan seni Indramayu, agar nilai-nilai kearifan lokal tetap lestari dan menjadi inspirasi bagi generasi-generasi mendatang. Indramayu berhak memiliki seni yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan membanggakan.

Content Creator

Akang Marta (Indramayutradisi.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel