Urgensi dan Tantangan Implementasi Kaderisasi Terstruktur dalam Menjaga Kualitas Kepemimpinan dan Keberlangsungan Nilai-Nilai Nahdlatul Ulama (NU)
Urgensi dan Tantangan
Implementasi Kaderisasi Terstruktur dalam Menjaga Kualitas Kepemimpinan dan Keberlangsungan
Nilai-Nilai Nahdlatul Ulama (NU)
Kaderisasi di tubuh Nahdlatul
Ulama (NU) merupakan sebuah proses yang terstruktur dan berjenjang, jauh dari
kesan serampangan. Sebagai organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, NU
menyadari betul pentingnya regenerasi kepemimpinan dan keberlangsungan
nilai-nilai Aswaja (Ahlussunnah wal Jama'ah) yang menjadi landasan ideologinya.
Rangkaian program kaderisasi yang dirancang secara sistematis menjadi bukti
keseriusan NU dalam mencetak generasi penerus yang mumpuni.
Dimulai dari tingkat pelajar,
Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (Makesta) menjadi gerbang awal pengenalan
nilai-nilai NU. Di jenjang ini, para pelajar NU dibekali pemahaman dasar tentang
sejarah, ajaran, dan pentingnya berorganisasi di bawah naungan NU. Melangkah ke
tingkat menengah, Latihan Pelajar (Latpel) hadir sebagai wadah pendalaman
materi dan pengembangan keterampilan berorganisasi yang lebih spesifik. Peserta
Latpel mulai dikenalkan dengan dinamika organisasi, teknik kepemimpinan
sederhana, serta cara mengadvokasi kepentingan NU di lingkungan mereka.
Jenjang kaderisasi yang lebih
tinggi dan mendalam adalah Pendidikan Dasar Kader Penggerak NU (PD-PKPNU) dan
Pendidikan Guru Madrasah Kader NU (PGMKNU). PD-PKPNU secara khusus dirancang
untuk mencetak kader penggerak yang memiliki pemahaman komprehensif tentang NU,
baik dari aspek ideologi, struktur organisasi, hingga strategi gerakan. Materi
yang diberikan mencakup Aswaja secara mendalam, sejarah perjuangan NU, analisis
sosial-politik, serta teknik-teknik pemberdayaan masyarakat. Sementara itu,
PGMKNU fokus pada pembentukan guru madrasah yang tidak hanya kompeten dalam
bidang keilmuan, tetapi juga memiliki ruh dan nilai-nilai NU yang kuat,
sehingga mampu mentransmisikan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda NU di
lingkungan pendidikan.
Narasi ideal yang sering
digaungkan di internal NU, "Tidak semua orang harus jadi pengurus NU, tapi
seluruh pengurus NU seharusnya berasal dari kader yang telah mengikuti proses
kaderisasi," mencerminkan sebuah standar kualitas dan sistem meritokrasi
yang diidamkan. Prinsip ini mengisyaratkan bahwa kepengurusan di berbagai
tingkatan NU seharusnya diisi oleh individu-individu yang telah teruji pemahaman
ke-NU-annya melalui jalur kaderisasi yang jelas. Dengan demikian, diharapkan
para pengurus memiliki visi yang selaras dengan khittah NU, mampu mengambil
keputusan yang tepat, serta memiliki loyalitas yang kuat terhadap organisasi.
Namun, realitas implementasi di
lapangan seringkali tidak semulus idealisme tersebut. Sebagai organisasi yang
sangat besar dan tersebar di seluruh pelosok negeri, NU menghadapi tantangan
kompleks dalam menjalankan program kaderisasi secara merata dan efektif.
Beberapa tantangan tersebut meliputi keterbatasan sumber daya, baik finansial
maupun tenaga pelatih yang kompeten, perbedaan pemahaman dan prioritas di
tingkat wilayah dan cabang, serta terkadang adanya praktik pengangkatan
pengurus yang tidak sepenuhnya mempertimbangkan jalur kaderisasi. Faktor
kedekatan personal, pengaruh tokoh tertentu, atau pertimbangan pragmatis sesaat
terkadang masih mewarnai proses pemilihan pengurus.
Meskipun demikian, kesadaran akan
pentingnya kaderisasi yang terstruktur terus tumbuh di kalangan Nahdliyin.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk memperkuat sistem kaderisasi, mulai dari
penyempurnaan kurikulum, peningkatan kualitas fasilitator, hingga pemanfaatan
teknologi informasi untuk memperluas jangkauan program. Semangat untuk
mewujudkan narasi ideal tentang kepengurusan yang berbasis kaderisasi terus
diupayakan, demi menjaga marwah organisasi dan memastikan NU tetap relevan
dalam menjawab tantangan zaman. Kaderisasi yang kuat adalah investasi jangka
panjang bagi keberlangsungan dan kemajuan Nahdlatul Ulama.
Content Creator
Akang Marta (Indramayutradisi.com)