Literasi Organisasi: Celah yang Perlu Ditambal

 

Literasi Organisasi: Celah yang Perlu Ditambal


Dalam perjalanan organisasi sebesar Nahdlatul Ulama (NU), literasi organisasi sering kali menjadi aspek yang kurang mendapatkan perhatian serius, padahal ia adalah fondasi penting untuk menjaga keberlangsungan dan kualitas pengabdian kader. Literasi organisasi di sini bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan pemahaman mendalam tentang struktur, mekanisme, tata kelola, dan budaya organisasi yang harus dikuasai setiap kader agar mampu berperan optimal.

Sayangnya, celah literasi organisasi ini masih menjadi salah satu tantangan utama yang kerap menghambat dinamika NU di berbagai tingkatan. Banyak kader muda, bahkan beberapa pengurus di level menengah dan atas, masih mengalami kesulitan memahami seluk-beluk organisasi secara menyeluruh. Akibatnya, terjadi kesenjangan antara harapan pengurus pusat dengan implementasi di lapangan, serta ketidaksesuaian antara aturan yang ada dengan praktik sehari-hari.

Salah satu penyebab utama rendahnya literasi organisasi adalah metode kaderisasi yang kurang optimal. Materi pelatihan yang disampaikan sering kali bersifat teknis dan monoton, kurang menyentuh aspek esensial tentang tata kelola organisasi secara menyeluruh. Padahal, pemahaman tentang struktur NU yang luas dan kompleks, mulai dari Syuriah, Tanfidziyah, hingga berbagai Banom dan Lembaga, sangat penting agar kader tidak hanya bergerak sebagai “bawahan” yang menjalankan perintah, tapi juga sebagai pemikir dan inovator yang mampu mengembangkan organisasi.

Kurangnya literasi organisasi juga berdampak pada lemahnya pengambilan keputusan yang berbasis data dan analisis. Banyak keputusan strategis di tingkat daerah maupun cabang yang dibuat tanpa pertimbangan matang, karena keterbatasan informasi dan pemahaman soal prosedur, kewenangan, dan konsekuensi keputusan tersebut. Kondisi ini membuka ruang bagi konflik internal, tumpang tindih tugas, serta kurangnya akuntabilitas yang pada akhirnya merugikan kemajuan organisasi.

Selain itu, literasi organisasi yang rendah turut memengaruhi tingkat partisipasi kader dalam proses demokrasi internal NU. Pemahaman yang minim tentang mekanisme pemilihan, musyawarah, dan peran dalam kepengurusan membuat kader pasif dan enggan berkontribusi secara maksimal. Padahal, semangat demokrasi dan kolektivitas adalah jantung dari NU yang selama ini menjadi kekuatan utamanya dalam menjaga keutuhan dan keberagaman.

Untuk menambal celah literasi organisasi ini, NU perlu mengadopsi pendekatan yang lebih progresif dan adaptif dalam proses kaderisasi dan pembinaan. Penggunaan teknologi digital untuk menyebarluaskan modul pelatihan interaktif, seminar daring, dan forum diskusi bisa menjadi langkah awal yang efektif. Selain itu, materi kaderisasi harus dirancang lebih kontekstual, relevan dengan kondisi terkini, dan memberikan ruang bagi dialog kritis serta pengembangan kapasitas kepemimpinan.

Penguatan literasi organisasi juga harus dilakukan dengan membangun budaya belajar yang berkelanjutan dalam organisasi. Setiap level kepengurusan perlu menempatkan literasi sebagai agenda rutin, bukan hanya sekali atau dua kali pelatihan saja. Hal ini penting agar pemahaman kader terus berkembang seiring dinamika organisasi dan tantangan zaman.

Tidak kalah penting adalah peran senior dan tokoh-tokoh NU yang harus menjadi mentor dan contoh dalam membangun literasi organisasi. Transfer pengetahuan dari generasi lama ke generasi baru harus berjalan sistematis dan terencana agar nilai-nilai organisasi serta wawasan kepemimpinan tetap hidup dan bertransformasi sesuai kebutuhan.

Dengan literasi organisasi yang kuat, NU akan lebih siap menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal. Kader yang melek organisasi akan mampu mengambil peran secara efektif, berinovasi, dan menjaga integritas organisasi. Akhirnya, celah literasi yang selama ini menjadi hambatan bisa ditambal, membuka jalan bagi NU untuk terus berkhidmah secara optimal bagi umat dan bangsa.

Literasi organisasi bukan sekadar kebutuhan, melainkan kewajiban yang harus dijaga dan dikembangkan agar NU tetap menjadi organisasi massa Islam terbesar dan terkuat di Indonesia.

Content Creator

Akang Marta (Indramayutradisi.com)

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel