NU Menjawab Tantangan di Lapangan : Materi, Metode, dan Relevansi

 

Tantangan di Lapangan: Materi, Metode, dan Relevansi



Dalam proses kaderisasi Nahdlatul Ulama (NU), tantangan tidak hanya hadir dalam bentuk keterbatasan sumber daya manusia atau logistik. Lebih dalam dari itu, problem utama yang kerap muncul di lapangan adalah soal materi, metode, dan relevansi. Tiga elemen ini menjadi penentu keberhasilan sebuah proses pengkaderan. Jika tidak ditangani dengan serius, kaderisasi hanya akan menjadi rutinitas tanpa makna, sekadar formalitas tanpa daya ubah.

Pertama, soal materi. Materi kaderisasi di berbagai tingkatan sering kali masih terjebak dalam format lama. Beberapa modul masih disusun dengan pendekatan monolitik, tidak adaptif terhadap perkembangan zaman. Misalnya, materi keaswajaan yang disampaikan terlalu teoretis tanpa disertai konteks kekinian, atau wawasan kebangsaan yang tidak menyentuh realitas sosial yang dihadapi generasi muda NU hari ini. Akibatnya, banyak peserta kaderisasi yang merasa tidak terhubung dengan materi yang mereka pelajari. Materi yang idealnya menjadi bekal pemahaman dan penguatan identitas, justru terasa jauh dari realitas kehidupan mereka.

Kedua, soal metode. Metode kaderisasi yang masih berpusat pada ceramah satu arah dan minim partisipasi aktif menjadi catatan kritis. Generasi muda saat ini tumbuh dalam lingkungan yang interaktif, digital, dan kolaboratif. Metode pengkaderan yang tidak mengikuti ritme generasi ini akan berisiko ditinggalkan. Pembelajaran berbasis diskusi, studi kasus, simulasi, bahkan pendekatan digital seperti e-learning dan hybrid class, menjadi kebutuhan mendesak agar proses kaderisasi tidak ketinggalan zaman. Apalagi dalam kondisi pasca-pandemi, fleksibilitas metode adalah keniscayaan.

Ketiga, relevansi. Kaderisasi NU harus menjawab kebutuhan nyata kader di tengah kehidupan sosial, politik, dan ekonomi saat ini. Tidak cukup hanya menguatkan nilai-nilai ideologis dan spiritualitas ke-NU-an, tetapi juga harus membekali kader dengan kemampuan praktis: kepemimpinan, komunikasi publik, manajemen organisasi, literasi media, hingga keterampilan advokasi sosial. Jika tidak relevan dengan tantangan hari ini, kaderisasi hanya akan mencetak kader yang cakap secara historis tetapi gagap secara fungsional.

Di banyak wilayah, muncul keresahan di kalangan pelaksana kaderisasi tentang bagaimana menyeimbangkan nilai-nilai tradisional dengan tuntutan profesionalisme. Tidak sedikit pula instruktur atau narasumber yang merasa terjebak pada materi yang monoton karena tidak diberi ruang untuk melakukan inovasi kurikulum. Situasi ini menunjukkan bahwa perlu ada kebijakan terbuka dari pengurus NU di berbagai tingkatan untuk mendukung pembaruan sistem dan substansi kaderisasi.

Menjawab tantangan ini, kaderisasi NU perlu melakukan pembenahan menyeluruh: pembaruan materi yang kontekstual, metode yang partisipatif dan modern, serta orientasi yang lebih relevan dengan kebutuhan kader masa kini. Harus ada keberanian untuk berinovasi tanpa kehilangan ruh tradisi. Karena pada akhirnya, keberhasilan kaderisasi bukan hanya diukur dari jumlah alumni, tapi dari sejauh mana kader-kader tersebut mampu membawa nilai-nilai NU ke ruang-ruang strategis kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, menjawab tantangan materi, metode, dan relevansi bukan hanya soal teknis pendidikan, melainkan bagian dari ikhtiar strategis NU dalam menjaga keberlangsungan peran sosial-keagamaannya di tengah perubahan zaman.

Content Creator

Akang Marta (Indramayutradisi.com)



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel