Argumen Menolak Pemutihan atau Membatasi Radiusnya
Argumen Menolak Pemutihan atau Membatasi Radiusnya
1. Moral Hazard
Jika tunggakan iuran BPJS dihapus secara massal,
kebijakan tersebut dapat menimbulkan efek moral hazard di masyarakat. Peserta
mungkin menilai bahwa menunggak bukan masalah besar karena pada akhirnya bisa
dihapus melalui program serupa di masa depan. Hal ini dapat mengurangi disiplin
dan kepatuhan peserta dalam membayar iuran secara rutin. Akibatnya, sistem
pembiayaan jaminan kesehatan menjadi tidak stabil karena pemasukan tidak
seimbang dengan pengeluaran. Oleh karena itu, kebijakan pemutihan perlu
dipertimbangkan secara hati-hati agar tidak menimbulkan kebiasaan menunda
kewajiban.
2. Beban Anggaran dan Keberlanjutan Fiskal
Apabila beban pemutihan ditanggung oleh APBN,
maka akan muncul tekanan tambahan terhadap anggaran negara. Kebijakan ini
berpotensi memperlebar defisit fiskal dan menambah kebutuhan pembiayaan melalui
utang baru. Dalam konteks pengelolaan keuangan publik yang menuntut
kehati-hatian, risiko ini tidak dapat diabaikan. Pemerintah harus
mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan sosial dan keberlanjutan
fiskal jangka panjang. Dengan demikian, pembatasan atau penyesuaian kebijakan
lebih disarankan dibanding pemutihan total yang berisiko tinggi terhadap
stabilitas anggaran.
3. Preseden untuk Sektor Lain
Keberhasilan kebijakan pemutihan di sektor
BPJS dapat menciptakan preseden yang tidak diinginkan bagi sektor lain.
Sektor-sektor seperti pendidikan, pajak, dan pelayanan dasar mungkin menuntut
perlakuan serupa berupa penghapusan kewajiban. Fenomena ini dapat memunculkan
ketidakpastian dalam perencanaan anggaran dan melemahkan disiplin fiskal
pemerintah. Selain itu, muncul potensi ketidakadilan antara warga yang taat
membayar dan yang menunggak. Oleh sebab itu, penerapan kebijakan pemutihan
perlu dibatasi agar tidak menular ke sektor-sektor lain yang memiliki karakter
pembiayaan berbeda.
4. Administrasi dan Validitas Data
Menentukan
siapa yang berhak mendapatkan pemutihan merupakan tantangan besar dalam
pelaksanaan kebijakan. Diperlukan data yang akurat dan terverifikasi untuk
memastikan kebijakan berjalan tepat sasaran. Namun, di lapangan sering kali
terjadi ketidaksesuaian data antara peserta, status ekonomi, dan kondisi
terkini. Kelemahan sistem data ini dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan
atau ketidakadilan dalam pelaksanaan pemutihan. Karena itu, tanpa sistem
verifikasi yang kuat, kebijakan pemutihan justru berisiko memperburuk masalah
administrasi yang sudah ada.
Kontributor
Akang
Marta