Reformasi Birokrasi Pajak dan Bea Cukai: Ketegasan Retorik tanpa Rincian Mekanisme
Reformasi
Birokrasi Pajak dan Bea Cukai: Ketegasan Retorik tanpa Rincian Mekanisme
Dalam
wawancaranya, Menteri menyampaikan pernyataan yang tegas terkait pembenahan di
sektor pajak dan bea cukai. Ia menegaskan bahwa “Dirjen sudah memecat beberapa
orang pajak” serta menambahkan komitmen untuk “membersihkan aparat pajak maupun
bea cukai dari praktik-praktik yang kurang baik.” Ucapan ini menunjukkan adanya
dorongan kuat untuk memperbaiki integritas lembaga fiskal yang selama ini
sering disorot publik. Selain itu, ia juga menekankan bahwa ke depan akan ada
tindakan tegas terhadap pelanggaran yang terjadi di instansi tersebut. Pernyataan
ini menggambarkan upaya pemerintah dalam menegakkan disiplin birokrasi dan
memperkuat kepercayaan publik terhadap otoritas fiskal.
Menteri
juga menegaskan bahwa “kalau bagus dikasih penghargaan … kalau ada
penyimpangan, saya akan berhentikan juga.” Kalimat ini memperlihatkan
pendekatan berbasis reward and punishment dalam tata kelola birokrasi. Dengan
memberikan penghargaan kepada pegawai berprestasi dan sanksi bagi pelanggar,
diharapkan tercipta budaya kerja yang bersih dan profesional. Prinsip ini sebenarnya
menjadi inti dari reformasi birokrasi modern yang menekankan akuntabilitas dan
transparansi. Namun, efektivitas pendekatan tersebut bergantung pada
konsistensi penerapan dan kejelasan mekanismenya.
Selain
itu, Menteri menambahkan pernyataan yang lebih keras: “kalau dari sini ke depan
masih ada macem-macem, saya akan tidak ada ampun.” Ungkapan ini menunjukkan
niat kuat untuk menindak setiap bentuk penyimpangan tanpa toleransi sedikit
pun. Bahasa yang digunakan terkesan emosional namun penuh determinasi untuk
memperbaiki institusi. Akan tetapi, pernyataan ini juga mengandung kelemahan
karena tidak disertai penjelasan rinci mengenai mekanisme dan prosedur
penegakan. Ketegasan tanpa sistem justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian
dalam pelaksanaannya.
Kelemahan
utama dari pernyataan tersebut adalah ketiadaan detail tentang mekanisme
pelaksanaan dan batasan tindakan. Menteri tidak menjelaskan jenis pelanggaran
yang dimaksud, standar bukti yang akan digunakan, serta bagaimana proses
evaluasi dan banding dilakukan. Hal ini dapat menimbulkan persepsi bahwa
kebijakan tersebut lebih bersifat reaktif daripada sistematis. Padahal,
reformasi birokrasi yang efektif memerlukan instrumen hukum, sistem pengawasan,
dan prosedur administratif yang jelas. Tanpa hal tersebut, upaya pembersihan
birokrasi berisiko berhenti pada tataran retorika semata.
Secara
keseluruhan, pernyataan Menteri menampilkan semangat antikorupsi dan komitmen
untuk menegakkan integritas dalam birokrasi pajak dan bea cukai. Namun,
kurangnya rincian implementatif membuat kebijakan ini tampak lebih seperti
seruan moral ketimbang rencana reformasi yang terstruktur. Diperlukan panduan
operasional yang jelas agar tindakan tegas tersebut tidak menimbulkan
ketidakadilan atau kesewenang-wenangan. Pemerintah perlu menyeimbangkan
ketegasan dengan transparansi dan akuntabilitas dalam penerapan sanksi. Dengan
demikian, reformasi birokrasi di sektor fiskal dapat berjalan secara efektif,
adil, dan berkelanjutan.
Kontributor
Akang
Marta