Pilkades 2025: Saatnya Indramayu Menentukan Arah Baru Desa
Pilkades 2025: Saatnya Indramayu Menentukan Arah Baru Desa
Penulis: Akang Marta
Pemerintah Kabupaten Indramayu akhirnya
merampungkan sebuah babak panjang yang berliku: penetapan regulasi Pilwu
Serentak 2025 melalui Peraturan Bupati Nomor 30 Tahun 2025. Regulasi yang
disosialisasikan kepada para camat di Aula DPMD itu menjadi penanda bahwa
proses demokrasi desa yang sempat tersendat sejak 2023 kini kembali menemukan
relnya. Namun di balik rapinya jadwal teknis yang dipaparkan pemerintah,
pertanyaan mendasar justru muncul: apakah masyarakat benar-benar siap
menyongsong Pilwu yang lebih modern, lebih
demokratis, dan lebih transparan?
Sosialisasi yang dipimpin Asda I, Jajang
Sudrajat, menyiratkan pesan bahwa dinamika penundaan Pilkades sebelumnya tidak
bisa dilepaskan dari tarik-menarik pengaturan nasional. Masa jabatan 124 kuwu
yang diperpanjang sampai 2026 mengingatkan kita bahwa roda pemerintah desa
tidak selalu selaras dengan ritme politik pusat. Baru setelah Kemendagri
menerbitkan surat edaran pada awal September, kepastian itu kembali hadir.
Namun, kepastian teknis bukan jaminan kualitas demokrasi.
Indramayu kini menjadi pilot project Pilwu
Digital di Jawa Barat sebuah langkah
yang di atas kertas terlihat progresif. Sistem semi-digital yang akan digunakan
pada 10 Desember 2025 tentu menjanjikan efisiensi, kecepatan data, dan
pengawasan yang lebih rapi. Tetapi ini juga menuntut kesiapan mental birokrasi,
kesiapan literasi digital masyarakat, dan kesiapan politik lokal agar teknologi
tidak sekadar jadi kosmetik modernisasi. Di tingkat akar rumput, Pilwu selalu
lebih dari sekadar pemungutan suara. Ia adalah peristiwa sosial yang
menyatukan, sekaligus berpotensi memecah. Dari proses pencacahan pemilih,
kampanye tiga hari, hingga masa tenang, semua tahap rentan disusupi kepentingan
dan praktik yang tidak diinginkan. Regulasi boleh rapi, tetapi implementasi
selalu menjadi sumber kecemasan publik.
Persyaratan calon kuwu yang ditetapkan minimal lulusan SMP, berusia 25 tahun, sehat
jasmani, bersih dari kasus pidana dan narkoba
terlihat standar. Namun persoalan moral politik di desa jauh lebih
kompleks. Banyak desa yang masih bergulat dengan politik patronase, jaringan
kekerabatan, hingga godaan ekonomi pragmatis menjelang pemungutan suara. Di
sinilah tantangan terbesar Pilwu 2025 sesungguhnya berada.
Pemerintah daerah optimistis bahwa Pilwu kali
ini akan berjalan lancar, aman, dan demokratis. Optimisme itu patut
diapresiasi, tetapi publik juga punya hak untuk mengkritisi dan mengawasi.
Pemilu desa bukanlah sekadar prosedur administratif, melainkan fondasi
demokrasi lokal yang menentukan wajah pembangunan selama enam tahun ke depan. Dengan
jadwal tahapan yang sudah ditetapkan pendaftaran
calon 1–13 Oktober, penetapan 21 November, kampanye 2–4 Desember, hingga
pemungutan pada 10 Desember waktu terus
bergulir. Masyarakat perlu memastikan bahwa proses ini tidak hanya menjadi
rutinitas lima tahunan, tetapi momentum untuk memperbaiki tata kelola desa. Saatnya
warga Indramayu lebih aktif, lebih kritis, dan lebih berani memilih pemimpin
yang benar-benar mampu mengelola desa dengan bersih dan berpihak pada rakyat.
Modernisasi sistem Pilwu harus beriringan dengan modernisasi budaya politiknya.
Jika Pilwu 2025 hanya berhenti pada sukses
teknis tanpa perbaikan etika politik, maka seluruh proses hanya akan jadi
upacara administratif yang kehilangan makna. Namun jika ia berhasil menjadi
arena demokrasi yang sehat, maka Indramayu akan benar-benar melangkah ke arah
baru: desa yang diperintah dengan integritas. Dan seperti lazimnya demokrasi,
keputusan akhirnya ada pada publik. Indramayu sedang mengetuk pintu perubahan tinggal apakah masyarakat siap membukanya.
