Indonesia Peringkat Dua Terburuk dalam Kejujuran Akademik: Saatnya Bangsa Bangkit dari Kebohongan Intelektual
Indonesia Peringkat Dua Terburuk dalam Kejujuran Akademik: Saatnya Bangsa Bangkit dari Kebohongan Intelektual
Indramayutradisi.com
– Jakarta. Sebuah laporan internasional baru-baru ini menempatkan Indonesia sebagai negara
peringkat kedua terburuk dalam kejujuran akademik di dunia, hanya berada
di bawah Kazakhstan. Penilaian yang memalukan ini menyentak nurani banyak
kalangan, termasuk para pengamat sosial dan politik. Dalam perbincangan daring
yang dipandu Arif bersama pengamat kebangsaan, Rocky Gerung, terungkap betapa
dalamnya krisis integritas yang melanda dunia pendidikan Indonesia.
“Ini
bukan sekadar statistik. Ini tamparan moral. Kita unggul dalam ketidakjujuran
akademik. Itu memalukan,” ujar Rocky.
Bentuk-bentuk
kebohongan akademik yang disebutkan antara lain pemalsuan ijazah, penyogokan
dalam proses skripsi atau disertasi, hingga pembelian artikel ilmiah untuk
sekadar terlihat kredibel secara akademis. Ironisnya, fenomena ini tidak hanya
terjadi di kalangan mahasiswa biasa, melainkan juga menyasar pejabat publik,
politisi, hingga elite pemerintahan.
Rocky
menyoroti beberapa kasus besar, seperti kontroversi keaslian ijazah Presiden
Jokowi dan polemik gelar doktor Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang belum
tuntas hingga kini. “Bukan hanya individunya yang patut disorot, tapi juga
institusi besar seperti UI dan UGM yang terkesan tak transparan,” kata Rocky.
Menurutnya,
banyak pejabat berlomba-lomba menampilkan gelar akademik di depan dan belakang
nama mereka, tetapi sering kali tidak sebanding dengan kemampuan berpikir
kritis yang seharusnya menyertai gelar tersebut. “Ini seperti festival
kebodohan yang dibungkus dengan gelar. Padahal, gelar seharusnya jadi simbol
intelektualitas, bukan alat gengsi feodal,” tambahnya.
Tak hanya
persoalan moral, stigma negatif ini berpotensi memberi dampak jangka panjang.
Dunia bisa meragukan ijazah lulusan Indonesia. Anak-anak muda yang
bersungguh-sungguh belajar pun bisa terkena imbas. “Bagaimana nasib generasi
muda kita kalau gelar dari Indonesia dianggap tak kredibel?” ujar Arif.
Sebagai
langkah perbaikan, Rocky mengusulkan reformasi menyeluruh terhadap sistem
akademik. Mulai dari perombakan kurikulum yang menekankan kejujuran, hingga
pembenahan lembaga-lembaga pendidikan agar tak lagi menjadi ‘pasar gelar’. Ia
juga menyarankan Presiden Prabowo sebagai pemimpin baru, untuk tidak hanya
fokus pada isu pangan bergizi, tapi juga “infrastruktur otak” melalui
pendidikan jujur dan rasional.
“Kalau
mau cerdaskan kehidupan bangsa, mulailah dari keberanian berpikir dan berkata
jujur,” tegas Rocky.
Peringkat
buruk ini seharusnya menjadi teguran serius, bukan hanya bagi pemerintah dan
lembaga pendidikan, tapi bagi seluruh bangsa. Indonesia butuh pemimpin dan
warga yang bukan hanya bersekolah, tapi benar-benar berpikir.
Redaksi |
Indramayutradisi.com
Akang Marta