Ads

Dialog Spiritual dan Kekosongan yang Terisi

 

Dialog Spiritual dan Kekosongan yang Terisi

Kecerdasan Semesta: Kisah Dewa, Sang Penulis Spiritual

Penulis: Akang Marta





Naskah yang tercipta dari malam automatic writing itu membuat Dewa yakin ia telah menemukan kebenaran yang harus dibagikan.

"Bolehkah saya ceritakan ke banyak orang?" ia bertanya pada sumber tak terlihat itu.

"Banyak yang menceritakan kebenaran. Ada yang mati disalib, ada yang mati diracun. Apa kamu siap?"

Dewa sempat gentar, namun kebahagiaan dari pencerahan itu lebih besar daripada rasa takutnya. Ia harus berbagi. Ia mem-print naskah itu dan membawanya ke seorang Pandita bijaksana di Jawa Barat, yang ia hormati, untuk dikonfirmasi. Pandita itu senang, membenarkan isinya. Tak lama, seorang penerbit datang. Dewa tak peduli royalti, yang penting buku itu dicetak dan disebar. Maka, terbitlah buku pertamanya, Dialog Spiritual.

Setelah sukses dengan buku pertama, Dewa kesulitan mencari bahan untuk buku kedua. Semua pertanyaan yang tersimpan di benaknya telah terjawab. Ia menyadari: yang sulit bukan mencari jawaban, melainkan mencari pertanyaan baru.

Ia mulai mencari orang-orang yang memiliki pertanyaan mendalam tentang hidup. Setiap mendapat satu atau dua pertanyaan baru yang seru, ia akan kembali ke ruang kerjanya. Ia kembali membuka komputer dan mencecar sumber yang sama. Proses ini lebih panjang, karena ia harus mengumpulkan pertanyaan.

Saat mengetik jawaban, ia merasa dirinya menonton, seolah ada "diri yang lain" mengalirkan pemahaman. Ia seorang yang kritis, dan ia akan terus mencecar jawaban itu hingga mencapai "Oh!" yang memuaskan.

Suatu malam, ia memberanikan diri mengetik: "Tuhan, kamu siapa?"

Jawabannya mengalir, monumental: "Kupaslah seluruh materi alam semesta, Sampai Kau Menemukan kekosongan. Akulah yang mengisi kekosongan itu."

Perintah untuk "mengupas materi" itu tidak ia jalankan secara fisik, melainkan secara batin. Hingga suatu ketika, ia mendapat pesan mengalir: "Ingatkan saudara-saudaramu untuk pulang. Jangan hanya melupakan jalan pulang." Pesan ini menjadi buku-buku berikutnya. Namun, perintah "mengupas materi" itu baru benar-benar terpenuhi bertahun-tahun kemudian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel