Guru Langit dan Bumi
Guru
Langit dan Bumi
Kecerdasan Semesta: Kisah Dewa, Sang Penulis
Spiritual
Penulis: Akang Marta
Suatu saat, Dewa
merasa semua buku yang ditulisnya telah mencapai klimaks. Ia meminta pada
Semesta: "Bolehkah apa yang tidak tertulis di buku-buku saya, saya tulis
jadi buku berikutnya?"
Permintaan ini membawanya ke tahap baru: ia disuruh
menjadi murid alam, membaca alam sebagai Weda yang tak tertulis.
"Bagaimana bisa membaca alam?" tanyanya. Besoknya, ia mendapatkan
jawabannya.
Selama hampir empat tahun, ia diajarkan membaca makna
dari bunga yang jatuh, daun yang berguguran, dan peristiwa alam lainnya. Hingga
pada tahun 2014, setelah melewati masa belajar dari "Langit dan Bumi"
itu, datanglah momen puncak. Saat sebuah bunga kamboja jatuh, kesadaran itu
mengalir:
"Inilah Aku, Kecerdasan
Semesta yang mengisi ruang kosong."
Dewa terkesima. Barulah ia paham mengapa Tuhan tidak
memiliki jenis kelamin (laki-laki atau perempuan)—karena Tuhan adalah kecerdasan. Kecerdasan tidak
terbakar oleh api, tidak basah oleh air. Kata "kecerdasan" itu
mewakili sifat-sifat ke-Tuhan-an yang selama ini ia cari secara logis.
Keterlibatannya sebagai dokter di dunia medis ternyata
menjadi berkah spiritual. Kritisisme yang ia dapatkan di bangku kedokteran
membuatnya tidak mudah menerima ajaran spiritual yang non-logis, sehingga ia
selalu menuntut kebenaran yang dapat diverifikasi. Inilah yang membuatnya
berbeda dari spiritualis biasa; ia adalah "dokter alam gaib" yang
menyatukan logika medis dengan kearifan spiritual.
Semua penemuannya—bahwa materi adalah energi yang
memadat, dan energi adalah pancaran kecerdasan semesta—membawa Dewa pada satu
kesimpulan: Dualitas Kehidupan (Sekala dan
Niskala) harus dipelajari semua orang.
Dewa, Sang Penulis Spiritual, kini mengajarkan bahwa
setiap orang memiliki "WiFi" untuk terhubung dengan Semesta. Ia
sendiri adalah bukti bahwa percakapan paling mendalam terjadi saat kita hening,
dan bahwa setiap orang mampu mengupas makna di balik kejadian sehari-hari,
selama kita fokus pada pencarian. Perjalanan dari pisau bedah di ruang bedah
mayat hingga pena yang menulis tentang Kecerdasan Semesta membuktikan: setiap pertanyaan yang gigih akan selalu
menemukan jawaban yang setimpal.
