Perut Bahagia, Hidup Tenang: Tafsir Buncit yang Sering Disalahpahami
Perut Bahagia, Hidup Tenang: Tafsir Buncit yang Sering Disalahpahami
Di zaman sekarang, perut buncit sering diperlakukan seperti dosa turunan. Cowok-cowok berdiri di depan kaca, tarik napas, tahan perut, berharap bayangan sixpack muncul dari iman. Padahal yang muncul cuma janji diet yang sudah diucapkan sejak Lebaran tiga tahun lalu. Di titik itulah Mongol datang membawa kabar gembira yang tidak diharapkan tapi sangat dibutuhkan: “Tenang, Bro. Buncit itu tanda diberkati.”
Kalimat itu langsung bikin lega setengah ruangan. Ada yang refleks pegang perut, ada yang senyum tipis sambil mengangguk seolah berkata, “Akhirnya ada pembenaran rohani.” Mongol tidak sedang mengajak orang malas, tapi ia sedang menertawakan standar dunia yang terlalu kejam pada tubuh manusia.
Menurut Mongol, buncit itu bukan musibah, tapi hasil dari hidup yang dijalani dengan penuh syukur. Orang buncit jarang pilih-pilih makanan. Dikasih apa dimakan. Diajak makan, datang. Disuguhi, dihargai. Itu tanda hati lapang. Beda dengan yang sixpack, makan nasi takut, makan mie curiga, makan gorengan merasa berdosa.
Mongol bahkan punya dalil. Ia bilang, “Alkitab itu jelas, Pak. Ada ayat yang bilang, ‘Engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri.’” Walaupun tafsirnya mungkin bikin pendeta batuk kecil, tapi logikanya kena. Mengembang itu tanda bertambah. Bertambah itu tanda cukup. Dan cukup itu jarang dimiliki orang yang hidupnya penuh hitungan.
Cowok sixpack, kata Mongol, sering kelihatan gagah, tapi pelit. Bukan pelit hati, tapi pelit kalori. Semua dihitung. Karbohidrat dihitung, gula ditimbang, minyak dituduh. Kalau kalori saja ditanya, apalagi soal traktiran. “Eh, nanti patungan ya,” katanya, sambil perutnya kotak-kotak tapi dompetnya rapat.
Sebaliknya, cowok buncit jarang ribet. Dia pesan makan dulu, mikir belakangan. Kalau uang habis, ya sudah. Yang penting kebersamaan jalan. Menurut Mongol, perempuan itu sebenarnya tidak cari perut rata, tapi rasa aman. Dan rasa aman itu sering datang dari cowok yang tidak sibuk mencintai dirinya sendiri di kaca.
Lalu datanglah dokter. Dengan wajah serius dan grafik warna-warni, dokter bilang, “Pak, perut buncit itu bahaya. Bisa kolesterol, bisa jantung.” Mongol dengar, mengangguk sopan, lalu menjawab dengan logika yang bikin ruangan diam, “Dok, teman saya kurus juga meninggal. Mati itu nunggu giliran, bukan ukuran perut.”
Kalimat itu bukan penyangkalan medis, tapi tamparan eksistensial. Hidup ini tidak bisa sepenuhnya dikontrol dengan timbangan. Orang sehat bisa pergi duluan. Orang sakit bisa panjang umur. Yang sering lupa bukan soal menjaga badan, tapi menjaga pikiran. Karena stres juga bikin mati pelan-pelan, tapi tidak pernah ditulis di hasil lab.
Bagi Mongol, buncit itu hasil dari hidup yang tidak terlalu kejam pada diri sendiri. Orang buncit masih bisa tertawa lepas. Duduk tidak sibuk cari sudut terbaik. Foto bareng tidak minta filter berlebihan. Ia berdamai dengan tubuhnya, dan kedamaian itu mahal.
Mongol tidak bilang olahraga itu salah. Tidak juga bilang diet itu dosa. Tapi ia menolak standar tunggal tentang bahagia. Karena terlalu banyak orang kurus tapi gelisah. Terlalu banyak orang berotot tapi kesepian. Sementara ada orang buncit yang tidur nyenyak karena hidupnya tidak penuh tuntutan.
Perut buncit juga sering jadi tanda pengalaman. Bekas nasi warteg, jejak kopi malam, saksi obrolan panjang dengan teman. Setiap lipatan punya cerita. Bukan cuma lemak, tapi kenangan. Dan kenangan itu yang sering bikin hidup terasa penuh.
Di akhir monolognya, Mongol selalu menegaskan satu hal: jaga kesehatan boleh, tapi jangan benci tubuh sendiri. Karena tubuh ini bukan musuh, tapi rumah. Kalau rumahnya buncit sedikit, tidak apa-apa. Yang penting penghuninya bahagia.
Jadi buat cowok-cowok yang hari ini minder karena perutnya maju selangkah lebih dulu dari cita-citanya, tenanglah. Selama kalian masih bisa tertawa, bersyukur, dan berbagi, perut itu bukan masalah besar. Ingat, mati itu urusan waktu. Tapi hidup, itu urusan sikap. Dan sikap paling sehat adalah berdamai—termasuk dengan perut sendiri.