Balik Modal Kepala Daerah di Panggung Demokrasi Mahal
Balik Modal Kepala
Daerah di Panggung Demokrasi Mahal
Bongkar
Siklus Balik Modal Kepala Daerah: Dari Tim Sukses ke Dinasti Lewat APBD
Biaya menjadi pejabat publik di Indonesia kini mencapai
level yang tak terjangkau akal sehat. Pernyataan mengejutkan datang dari Dr.
Trimedia Panjaitan, politikus senior PDI Perjuangan yang memilih nonaktif
setelah lima kali Pemilu. Dalam sebuah diskusi, Trimedia mengungkap bahwa untuk
bertarung di Dapil Sumatera Utara II, ia harus mengeluarkan biaya di atas Rp15 miliar, menjadikannya pengeluaran terbesar selama
karir politiknya.
Angka fantastis ini, menurutnya, bahkan masih terbilang
"kurang besar" di tengah rivalitas politik yang kian tergerus oleh
materialisme masyarakat, terutama dalam praktik 'serangan fajar'. Ia
menyimpulkan, "Rakyat kita semakin materialistis," sebuah realitas
pahit yang memaksa Caleg berintegritas pun untuk "ikut-ikutan"
(timpa-timpahan) agar tetap kompetitif.
Investigasi Pola Penyalahgunaan
Anggaran
Pemicu utama kerusakan tata kelola ini adalah keharusan
'balik modal'. Trimedia Panjaitan memaparkan hasil observasinya terhadap pola
penyimpangan yang dilakukan oleh banyak kepala daerah, baik bupati maupun
gubernur. Pola ini terstruktur dan nyaris seragam:
|
Fase Jabatan |
Fokus Anggaran (APBD/APBN) |
Tujuannya |
|
Tahun Pertama |
Proyek dan kebijakan alokasi
dana. |
Pelunasan utang politik dan
pembayaran Tim Sukses. |
|
Tahun Kedua & Ketiga |
Kepentingan pribadi dan
akumulasi aset. |
'Balik Modal' dan pengayaan diri. |
|
Tahun Keempat |
Mobilisasi sumber daya. |
Persiapan Kampanye
untuk periode berikutnya atau suksesi dinasti (anak/istri). |
Menurut Trimedia, lingkaran setan ini telah diketahui
oleh aparat penegak hukum (APH). Ia bahkan pernah diberi saran oleh APH: "Jangan main dari APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah), mainlah di kebijakan"—sebuah
sindiran halus bahwa penyimpangan anggaran daerah terlalu mudah terendus.
Kondisi ini, yang didorong oleh mahalnya biaya Pilpres
dan Pileg yang digelar serentak, membuat Trimedia Panjaitan mempertanyakan
kembali sistem pemilu saat ini. Ia berpendapat bahwa demi menyelamatkan
keuangan negara dan pemerintahan dari jerat korupsi politik, pemilihan anggota legislatif (DPRD) mungkin
lebih baik dipisahkan dari Pilpres, sebagai langkah awal memutus
rantai 'sodagar politik' yang merusak.
Kontributor
Akang
Marta
