Ads

Legenda Kisah Syekh Nurdjati: Darah Mulia dan Api Kerinduan dari Negeri Semenanjung

 

Darah Mulia dan Api Kerinduan dari Negeri Semenanjung



Jauh sebelum nama itu bersinar di bawah langit Cirebon, perjalanannya dimulai di sebuah tempat bernama Semenanjung Nalaka, pada pertengahan abad ke-14. Ia lahir dari rahim sebuah keluarga yang dihormati, di mana alim ulama adalah tiang rumah dan kebijaksanaan adalah napas. Bayi itu diberi nama Syekh Datuk Khofi.

Darah yang mengalir di nadinya adalah sungai kemuliaan. Ayahnya, Syekh Datuk Ahmad, adalah seorang alim yang diakui otoritas ilmunya. Kakeknya, Maulana Isa, adalah tokoh agama yang berpengaruh luas. Nasabnya? Ia adalah untaian emas yang tersambung luhur hingga generasi ke-17 dari Baginda Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam. Sejak kecil, ia tidak bermain dengan debu, melainkan dengan kitab-kitab suci. Api ilmu dan kerinduan spiritual telah membara dalam dadanya, mengubah setiap detak jantungnya menjadi zikir.

Ia tumbuh bersama seorang saudara sepupu yang kelak akan menempuh jalan yang sangat berbeda, Abdul Jalil, yang sejarah mengenalnya dengan nama kontroversial: Syekh Siti Jenar. Keduanya adalah dua bintang cemerlang yang lahir dari rasi yang sama, berbagi guru dan darah, namun takdir akan memisahkan jalan dakwah mereka: yang satu memilih jalan hikmah yang merangkul, yang lain memilih jalan syathah yang menguji batas.

Ketika usianya mencapai kematangan, Semenanjung Nalaka yang ramai terasa sempit baginya. Ia merasa panggilan jiwanya jauh lebih luas, dahaga ilmunya tak terpuaskan oleh mata air lokal. Dengan restu yang mengiringi dari keluarganya, Syekh Datuk Khofi membuat keputusan monumental: Ia meninggalkan tanah kelahirannya, menyeberangi lautan biru yang luas, menuju jantung spiritual dunia: Makkah Al-Mukarramah.

Di kota suci itulah ia menimba ilmu dari sumbernya yang paling murni, menunaikan ibadah haji, dan mendalami setiap lekuk ajaran Islam hingga ia menjadi seorang ulama yang matang dan berwibawa. Begitu lamanya ia bermukim di sana, begitu mendalamnya ilmunya, hingga banyak orang mengira ia adalah putra asli tanah Arab. Ia bukan lagi sekadar Syekh Datuk Khofi, ia adalah Musafir Ilmu.

Angin takdir, yang selalu mengarahkan langkah para kekasih Tuhan, kemudian membawanya ke Baghdad. Kota seribu satu malam, yang pada masa itu masih menjadi pusat peradaban, keilmuan, dan filsafat Islam.

Kontributor: Akang Marta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel