Ads

Otonomi Daerah, Jalan Sejati Mengatasi Kemiskinan yang Dikhianati Elite

 

Otonomi Daerah, Jalan Sejati Mengatasi Kemiskinan yang Dikhianati Elite

Penulis: Akang Marta



Opini publik, yang diperkuat oleh pandangan Profesor Ryaas Rasyid, menyimpulkan bahwa kegagalan fundamental Indonesia terletak pada inkapasitas manajemen negara dan pengkhianatan terhadap prinsip desentralisasi. Negara dinilai berjalan tanpa arah karena akal sehat telah digantikan oleh kompromi politik dan hasrat mempertahankan kekuasaan sentralistik.

1. Ilusi Penanggulangan Kemiskinan Sentralistik

Masyarakat didorong untuk sadar bahwa upaya mengatasi kemiskinan dari Jakarta adalah mustahil dan bodoh.

·         Kemiskinan Lokal, Solusi Lokal: Kemiskinan di Indonesia memiliki sebab yang berbeda di Papua, Jawa, dan daerah lain. Pemerintah daerah (kepala desa, camat) adalah pihak yang paling mengerti kondisi kemiskinan. Oleh karena itu, Otda yang benar wajibkan Pemda untuk menyelidiki, bertanggung jawab, dan mengatasi kemiskinan di wilayahnya sendiri.

·         Bansos Bukan Solusi Canggih: Kebijakan penanggulangan kemiskinan yang hanya mengandalkan Bansos dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) dianggap konyol dan tidak memerlukan ilmu tinggi. Kemiskinan adalah masalah rumit yang memerlukan kajian, pemetaan, dan pendekatan canggih, bukan quick fix yang lahir dari sok pintar.

2. Harapan yang Pudar dan Bunuh Diri Nasional

Profesor Ryaas Rasyid menyampaikan kegelisahan intelektual bahwa Indonesia berada di ambang "bunuh diri" jika tidak ada Otonomi Daerah.

·         Penyimpangan Total: Seluruh prinsip Otda—kewenangan yang cukup dan sumber daya yang cukup—kini menyimpang total. Perubahan adalah wajib mutlak untuk membangkitkan harapan, karena harapan tanpa kebijakan dan tindakan detail hanyalah omong kosong.

·         Paradoks Kenyamanan: Kepatuhan dan "kenyamanan" masyarakat dalam kondisi tanpa harapan seperti ini adalah malapetaka besar. Masyarakat seharusnya bangkit untuk menuntut hak mereka memajukan diri sendiri.

·         Solusi Rasional: Kompensasi atas pemotongan anggaran daerah (efisiensi) harus fokus pada peningkatan kualitas pelayanan publik (kesehatan, pendidikan, air bersih) dan pemberdayaan masyarakat (menghilangkan regulasi yang membatasi kreativitas). Ini memerlukan pengetahuan yang cerdas dan sistematik, bukan thinking ala birokrasi lembek.

3. Kekuatan Tersandra dan Pengkhianatan Mutlak

Kekesalan publik mencapai titik puncak karena menyadari bahwa negara kini dikendalikan oleh kompromi politik alih-alih akal sehat.

·         Birokrasi is the Rule of Nobody: Mengutip Hannah Arendt, krisis saat ini adalah ketika birokrasi yang gemuk dan lembek berkuasa. Ketika tidak ada yang bertanggung jawab penuh, kekuasaan berubah menjadi labirin (tanpa pintu keluar).

·         Kepatuhan Menelan Prinsip: Mengutip Albert, "masyarakat menjadi totaliter ketika birokrasinya menenggelamkan prinsipnya." Saat ini, prosedur menelan prinsip, hukum menjadi alat, dan negara kehilangan arah.

·         Kewajiban Moral Presiden: Eksekusi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah wajib mutlak dan tanggung jawab penuh Presiden, bukan Menteri Hukum. Upaya menafsirkan atau menunda pelaksanaan (seperti yang diduga dilakukan) adalah "janggal" dan dianggap sebagai kelanjutan dari keengganan untuk bersikap jujur pada rakyat.

Pertempuran hari ini bukan soal jabatan, melainkan soal kejujuran negara terhadap rakyatnya. Negara harus memilih keberanian untuk berubah (melalui etika, Otda sejati, dan rasionalitas) atau terus berjalan di jalan aman yang hanya akan menghancurkan dirinya sendiri. Kezaliman politik dan kebohongan publik memiliki konsekuensi moral dan politik yang berat, seperti diingatkan oleh sabda Nabi, bahwa hilangnya dunia lebih ringan di mata Tuhan daripada hilangnya satu hak dari pemiliknya.

Disclaimer:
Tulisan ini merangkum klaim dan kritik Prof. Ryaas Rasyid dalam Podcast Madilog Forum Keadilan mengenai dugaan campur tangan Jokowi terhadap Prabowo, termasuk komitmen tertulis. Isi bersifat opinional, belum terverifikasi secara independen. Pembaca disarankan merujuk sumber asli untuk konteks.
https://youtu.be/58WDQbbPk5U?t=453

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel