Perjalanan Batin Sang Sunan Bagian Empat Sifat Wajib: Bekal Andhap Asor Seorang Wali
Perjalanan Batin Sang Sunan Bagian Empat Sifat
Wajib: Bekal Andhap Asor Seorang Wali
Setelah memberikan amanat besar untuk tanah Jawa, Semar memandang
Kalijaga dengan sorot mata yang lebih lembut. Semar mengangkat tangan dan
menggambar sebuah garis tipis di udara. Garis itu berubah menjadi cahaya lembut
yang melayang pelan, kemudian membentuk empat simbol kecil seperti titik-titik
cahaya berdenyut.
"Ana
papat sipat sing kudu mbok gadhong," ujar Semar pelan, tetapi tegas. "Iki bekalmu kanggo nuntun tanah Jawa." (Ada
empat sifat yang harus kamu bawa. Ini bekalmu untuk menuntun tanah Jawa.)
1. Sabar (Kesabaran)
Semar menunjuk simbol pertama yang bersinar paling terang.
"Sing
pisan: Sabar. Sabar ngadhepi wong sing durung ngerti. Sabar ngadhepi sing
nentang. Sabar ngadhepi dirimu dhewe." (Yang pertama: Sabar. Sabar
menghadapi orang yang belum mengerti. Sabar menghadapi yang menentang. Sabar
menghadapi dirimu sendiri.)
Kalijaga paham. Tanpa kesabaran, dakwah bisa berubah menjadi kemarahan.
Sabar adalah kemampuan untuk tetap lembut ketika dunia menuntut sebaliknya.
2. Jembar Ati (Kelapangan Hati)
Semar kemudian menunjuk simbol kedua. Cahaya itu lebih luas seperti
ruang yang terbuka.
"Sing
kaping loro: Jembar Ati. Kelapangan hati yang tidak mudah goyah oleh kesalahan
orang lain. Kowe bakal ketemu wong sing salah, wong sing gumunggung, wong sing
kelangan dalan. Nanging ati sing jembar bakal ngliwati kabeh." (Yang kedua:
Lapang Hati. Engkau akan bertemu orang yang salah, orang yang sombong, orang
yang tersesat. Tetapi hati yang lapang akan melewati semua.)
3. Andhap Asor (Rendah Hati)
Simbol ketiga berpendar lebih lembut, seperti cahaya lilin.
"Sing
kaping telu: Andhap Asor." Semar menatap Kalijaga dalam-dalam. "Ilmumu bakal dadi pepadhang. Nanging yen kowe gumunggung,
pepadhang iku bakal mati saknalika." (Yang ketiga: Rendah Hati.
Ilmumu akan menjadi penerang. Tetapi jika engkau sombong, penerang itu akan
mati seketika.)
Andhap
asor adalah fondasi agar ilmu tetap hidup dan memberi manfaat, bukan menjadi
beban yang merusak diri.
4. Jujur (Kejujuran)
Lalu Semar menunjuk simbol keempat. Cahaya itu paling tajam, tetapi
paling jernih.
"Sing
kaping papat: Jujur. Jujur marang Gusti. Jujur marang sesama. Jujur marang
awakmu dhewe." (Yang keempat: Jujur. Jujur kepada Tuhan. Jujur kepada sesama. Jujur
kepada dirimu sendiri.)
Kalijaga menunduk lama. Ia sadar bahwa kejujuran bukan hanya tentang
berkata benar, tetapi juga tentang tidak membohongi niat, tidak memalsukan
amal, dan tidak menutupi kekurangan diri. Kejujuran adalah cermin yang
membersihkan hati.
Empat simbol itu kemudian memudar perlahan, meluruh seperti embun yang
kembali ke tanah.
"Kowe
ora mung dadi penyampai hukum," kata Semar pelan, "nanging dadi wong sing ngopeni ati wong liya."
(Engkau tidak hanya menjadi penyampai hukum, tetapi menjadi orang yang merawat
hati orang lain.)
Empat sifat itu ia genggam erat-erat, seakan menjadi kunci untuk membuka
hati masyarakat Jawa. Malam itu ia sadar, ajaran Semar bukan hanya untuk
menjawab kegelisahannya, tetapi untuk membentuk dirinya menjadi cahaya yang
bisa menerangi banyak jiwa.
Kontributor: Akang Marta
