Perjalanan Batin Sang Sunan Bagian Wejangan Pungkasan: Peringatan Tiga Bahaya
Perjalanan Batin Sang Sunan Bagian Wejangan Pungkasan: Peringatan Tiga Bahaya
Setelah empat sifat utama itu meresap dalam hati Kalijaga, suasana di
Alas Mentaok menjadi lebih hening. Semar menatapnya lama, seolah membaca
seluruh perjalanan yang pernah Kalijaga lalui.
"Kalijaga," panggilnya pelan. "Kowe saiki wis dadi wong sing luwih padhang batine."
(Engkau sekarang sudah menjadi orang yang lebih terang batinnya.)
Semar berdiri perlahan. Gerakannya begitu pelan, tetapi memiliki
kekuatan yang membuat udara sekeliling ikut bergetar halus. Cahaya di tubuhnya
kembali meningkat, membentuk aura yang tampak seperti kabut emas. Kalijaga
segera ikut berdiri.
"Kowe
tak paringi wejangan pungkasan," kata Semar. Kalijaga menahan napas.
Ia tahu kata-kata terakhir dari sosok seperti Semar bukanlah pesan kecil, tetapi
fondasi yang akan menentukan langkahnya selanjutnya.
Semar menatapnya dengan sorot mata yang penuh kasih, namun tegas.
Tiga
Peringatan Keseimbangan (Wejangan Pungkasan):
1. "Elinga
iki: Aja nganti amalmu luwih gedhe tinimbang atimu." (Ingatlah ini:
Jangan sampai amalmu lebih besar daripada hatimu.)
o Makna: Jangan sampai
ibadah lahiriah (amal) menjadi lebih menonjol daripada keikhlasan (hati) yang
melandasinya. Amal yang besar tanpa hati yang tulus hanya akan membuahkan
kesombongan.
2. "Aja
nganti ilmumu luwih dhuwur tinimbang andhap asormu." (Jangan sampai
ilmumu lebih tinggi daripada kerendahan hatimu.)
o Makna: Ilmu yang tinggi
tanpa andhap asor hanya akan melahirkan keangkuhan dan merasa
paling benar. Kerendahan hati adalah penahan agar ilmu tetap bermanfaat.
3. "Lan
aja nganti dakwahmu luwih rame tinimbang keikhlasanmu." (Dan jangan sampai
dakwahmu lebih ramai daripada keikhlasanmu.)
o Makna: Jangan jadikan
dakwah sebagai panggung untuk mencari popularitas (rame). Inti dari
dakwah adalah keikhlasan niat hanya karena Tuhan.
Kata-kata itu menghantam lembut namun menancap sangat dalam. Kalijaga
tahu benar betapa banyak orang tersesat karena amal dijadikan kebanggaan, ilmu
dijadikan senjata, dan dakwah dijadikan panggung. Wejangan Semar adalah
peringatan agar ia tidak jatuh ke dalam perangkap yang sama.
Tiba-tiba, cahaya di sekitar Semar mulai naik seperti asap yang menuju
langit. Tubuhnya perlahan memudar, melebur menjadi partikel-partikel cahaya
kecil yang berkilauan. Kalijaga terkejut.
"Rama, kula dereng siap pisah," ucapnya dengan suara
bergetar. (Ayah, saya belum siap berpisah.)
Semar tersenyum lembut.
"Kabeh
wejangan ora perlu diucapke maneh. Sing penting kowe lakoni. Lan kowe ora
dhewekan. Guru sejati ana ing njero atimu." (Semua wejangan tidak perlu
diucapkan lagi. Yang penting kamu jalani. Dan kamu tidak sendirian. Guru sejati
ada di dalam hatimu.)
Cahaya itu semakin memudar. Namun, sebelum benar-benar lenyap, Semar
memberi satu sentuhan terakhir di pundak Kalijaga—sentuhan yang tidak terasa
seperti sentuhan fisik, tetapi seperti keberanian yang menyelimuti seluruh
tubuhnya. Dalam sekejap, Semar lenyap sepenuhnya.
Kontributor: Akang Marta
