Ads

Perjalanan Batin Sang Sunan Bagian Tiga Lingkaran Kebenaran: Syariat, Tarekat, dan Hakikat

 

Perjalanan Batin Sang Sunan Bagian  Tiga Lingkaran Kebenaran: Syariat, Tarekat, dan Hakikat



Sosok itu kemudian mengangguk pelan, seolah memberi izin pada Kalijaga untuk melangkah lebih jauh. Cahaya di sekitar tubuhnya mulai berdenyut lembut, memberi sinyal bahwa ajaran pertama akan dimulai. Sunan Kalijaga duduk perlahan, menurunkan kepala dengan penuh hormat, mempersiapkan diri untuk menerima ilmu baru.

Sosok kecil itu menggenggam sebatang ranting tipis yang tiba-tiba muncul seolah dipanggil oleh kehendaknya. Ia menunduk sedikit lalu mulai menggambar lingkaran besar di tanah. Garis itu terbentuk dengan begitu rapi, meski digambar oleh tangan kecil. Setelah lingkaran pertama selesai, ia menggambar lingkaran kedua di dalamnya, lebih kecil tetapi tetap simetris dan jelas. Lalu, lingkaran ketiga di pusat, paling kecil dan paling rapat.

Kalijaga mengamati ketiga lingkaran itu dengan penuh rasa penasaran. Ia merasa pola itu bukan sekadar gambar, melainkan sebuah makna dalam yang sedang dipersiapkan untuknya. Tiba-tiba, suara itu muncul lagi, suara dari kedalaman hatinya sendiri:

"Agama duweni telung lapisan." (Agama memiliki tiga lapisan.)

Kalijaga menarik napas pelan. Ia sudah sering mendengar konsep ini, tetapi tidak pernah dengan cara sejelas dan setenang ini.

1. Lingkaran Luar: SYARIAT

Sosok kecil itu menunjuk pada lingkaran paling luar. "Iki Syariat." lanjut suara itu. "Syariat adalah pagar yang menjaga manusia tetap berada di jalan yang benar. Syariat adalah hukum, aturan, tata ibadah lahir, dan batas-batas yang mengatur perilaku. Tanpa syariat, manusia akan tersesat oleh hawa nafsunya sendiri." Kalijaga mengangguk. Ia telah mengajarkan syariat selama bertahun-tahun, tetapi penjelasan malam itu membuatnya melihat syariat bukan hanya sebagai aturan, melainkan sebagai fondasi, sebagai tempat berpijak bagi semua perjalanan batin. Syariat adalah pintu gerbang menuju pemahaman yang lebih dalam.

2. Lingkaran Tengah: TAREKAT

Sosok itu kemudian menggerakkan ranting ke lingkaran tengah. "Iki Tarekat." Tarekat, menurut suara itu, adalah jalan. "Jalan yang ditempuh oleh hati, bukan hanya oleh tubuh. Di tahap ini, manusia belajar mengenali diri, memahami niat, membersihkan hati dari sifat buruk, dan menata kembali tujuan ibadahnya. Tarekat adalah saat seseorang mulai memandang ibadah bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai kebutuhan jiwa." Kalijaga merasakan kata-kata itu menyentuh sisi terdalam dirinya. Ia sadar, selama ini ia lebih banyak berjalan di dunia syariat, tetapi belum sepenuhnya melaku (menjalani) tarekat dengan kesadaran hati yang penuh.

3. Lingkaran Pusat: HAKIKAT

Lalu, sosok itu menunjuk lingkaran terkecil yang berada tepat di tengah. "Iki Hakikat." "Hakikat adalah inti dari semua perjalanan. Di tahap ini, seseorang tidak lagi melihat ibadah sebagai rangkaian gerakan. Ia melihat Tuhan dalam setiap napas, setiap langkah, setiap denyut hati. Hakikat adalah penyatuan rasa antara manusia dan Tuhan—bukan berarti menjadi Tuhan, tetapi menyadari bahwa seluruh hidup adalah pancaran Kasih-Nya. Hakikat adalah ketika hati telah bersih, tenang, dan benar-benar ikhlas."

Kalijaga menatap tiga lingkaran itu dengan mata berbinar. Tiga konsep yang selama ini hanya ia dengar dalam kitab kini dijelaskan langsung melalui bahasa yang membuatnya merasakan makna. Ia mulai melihat struktur agama seperti bangunan yang utuh: Syariat sebagai pintu, Tarekat sebagai lorong perjalanan, dan Hakikat sebagai ruangan cahaya di dalamnya.

Namun, yang membuatnya lebih tersentuh adalah kesadaran bahwa ia belum memasuki ruang Hakikat sepenuhnya. Masih ada debu masa lalu, sisa ego, dan keraguan yang belum selesai menutupi hatinya.

Sosok kecil itu menggenggam ranting kembali lalu menghapus ketiga lingkaran itu dengan satu gerakan pelan.

"Agama iku satunggaling dalan sing ora pisah. Kabeh kudu dadi siji." (Agama itu adalah satu jalan yang tidak terpisah. Semua harus menjadi satu.)

Kalijaga tersentuh. Malam itu ia mulai mengerti bahwa yang ia cari bukanlah ilmu baru, melainkan pintu menuju kedalaman ibadah yang selama ini tertutup oleh rutinitas. Dan pintu itu akhirnya mulai terbuka.

Kontributor: Akang Marta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel