Perjalanan Batin Sunan Bagian Pertemuan dengan Penjaga Tanah Jawa: Sang Hyang Isyarat
Perjalanan Batin Sunan Bagian Pertemuan
dengan Penjaga Tanah Jawa: Sang Hyang Isyarat
Sunan Kalijaga berdiri mematung di tepi tanah lapang. Sosok kecil
berperut buncit yang duduk membelakanginya tampak begitu sederhana, namun
kehadirannya memenuhi seluruh ruang. Keheningan yang menyelimuti tempat itu
terasa absolut, seolah-olah hutan, tanah, angin, dan langit sedang menundukkan
kepala pada makhluk tersebut. Cahaya tipis yang mengelilinginya, yang
memancarkan wibawa tua dan dalam, bukan berasal dari sumber fisik, melainkan
dari sesuatu yang jauh lebih halus, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh
nalar manusia.
Ia mencoba menarik napas perlahan untuk meredakan jantungnya. Ia telah
dilatih oleh tirakat panjang untuk menghadapi banyak hal gaib, tetapi pertemuan
malam ini terasa berbeda. Wibawa yang memancar dari sosok itu begitu kuat, begitu
tua, seolah ia adalah perwujudan dari sejarah panjang tanah Jawa itu sendiri.
Sebelum ia sempat maju, tanah di bawahnya kembali bergetar halus—sebuah
isyarat lembut bahwa ia harus berhenti sejenak. Kalijaga menundukkan kepala
sebagai bentuk hormat dan menata niatnya. Ia datang bukan sebagai penantang,
melainkan sebagai seorang pencari kebenaran. "Siapakah panjenengan?"
gumamnya lirih dalam hati. Ia berhati-hati, menyadari ada batas tipis antara
keberanian dan kesombongan ketika berhadapan dengan makhluk yang tidak
diketahui asal-usulnya.
Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang mencekam. Kalijaga tak mampu
bergerak, hanya detak jantungnya yang terdengar jelas. Ia merasakan ada sesuatu
yang sedang mengamatinya, sebuah tatapan yang tidak berasal dari mata manusia,
tetapi dari kesadaran yang begitu luas, seolah melihat langsung ke dalam inti
hatinya, memeriksa kejujuran niatnya.
Dengan keberanian yang terkumpul, Kalijaga akhirnya membungkukkan badan
sedikit dan memberi salam. "Assalamualaikum.
Siapakah panjenengan yang hadir di tempat sunyi ini?" Suaranya terdengar
lebih lembut dari biasanya, hampir seperti bisikan. Sosok itu tetap diam. Diam
yang bukan berarti tidak mendengar, tetapi diam yang sedang menimbang, menguji
kelayakan tamu malam itu.
Hening semakin dalam. Lalu, tanpa angin dan tanpa suara, kabut di
belakang sosok kecil itu mulai bergerak. Kabut itu membelah diri seperti tirai
yang disibakkan, memperlihatkan siluet besar, tinggi, dan menjulang. Bentuknya
tak jelas, wajahnya tak tampak, namun tekanan yang dipancarkannya membuat dada
Kalijaga terasa sesak. Itu bukan manusia, bukan pula hewan. Itu adalah sesuatu
dari dimensi lain, sebuah manifestasi energi raksasa yang tidak seharusnya
dilihat oleh mata manusia biasa. Jantung Kalijaga berdebar keras, namun kakinya
tidak mampu bergerak.
Ia bergetar, bukan karena takut, tetapi karena kesadaran bahwa ia sedang
menyaksikan hal yang hanya dialami oleh sedikit manusia terpilih. Ia menyadari
bahwa ia telah terseret ke dalam sebuah pertempuran dimensi, sebuah pertunjukan
kekuatan kosmik.
Namun, sebelum bayangan besar itu mendekat terlalu jauh, sosok kecil
berperut buncit itu mengangkat tangannya. Gerakannya sangat pelan, tetapi kekuatannya
terasa seperti angin puyuh yang menyapu seluruh hutan. Cahaya dari tubuhnya
menjalar ke tanah lalu naik membentuk dinding tipis. Dinding itu menyentuh
bayangan besar tersebut, dan dalam sekejap, siluet itu berhenti, mengecil, lalu
lenyap tanpa suara. Hutan kembali tenang, cahaya kembali stabil. Sosok kecil
itu duduk seperti semula, seolah tidak terjadi apa-apa.
Kalijaga terhenyak. Ia menyadari satu hal besar: makhluk yang duduk di
hadapannya bukan makhluk biasa. Ia membawa wibawa yang hanya dimiliki oleh
makhluk yang telah hidup jauh melampaui peradaban manusia, entitas yang
memiliki kekuasaan atas dimensi dan energi alam. Ia pastilah yang disebut Danyang agung, Penjaga Sejati Alas Mentaok, atau
mungkin bahkan lebih tinggi dari itu—sebuah manifestasi dari Kesadaran Jawa
kuno yang melampaui zaman.
Di tengah hening yang kembali turun, Kalijaga tahu pertemuan ini adalah
awal dari terkuaknya rahasia besar yang selama ini ia cari. Rahasia yang akan
mengubah jalan hidupnya selamanya. Ia telah bertemu dengan Sang Hyang Isyarat, pembawa petunjuk dari alam yang lebih
tinggi.
Kontributor: Akang Marta
