Sandera Emosional dan Kabinet Oversized sebagai Ancaman Rasionalitas
Sandera Emosional dan Kabinet Oversized sebagai Ancaman Rasionalitas
Penulis: Akang Marta
Opini publik, terutama dari kalangan intelektual dan pakar birokrasi,
menyoroti secara kritis fenomena kabinet "gemuk" di bawah
pemerintahan Prabowo Subianto. Keputusan ini dinilai bukan sekadar masalah
inefisiensi anggaran, melainkan manifestasi dari ikatan politik yang menyandera
rasionalitas negara dan mengkhianati prinsip-prinsip tata kelola universal.
1. Kabinet Gemuk:
Pelanggaran Prinsip Universal
Gagasan bahwa pemerintahan "gemuk itu penting
hasil" ditolak mentah-mentah oleh nalar publik dan teori manajemen
birokrasi.
·
Teksbook Salah: Secara
universal, pemerintahan dilarang gemuk (oversized). Filosofi dasar
pemerintahan adalah melayani dan mengabdi total dengan kompetensi maksimal.
Pemerintah yang gemuk akan "memakan dirinya sendiri," menghabiskan
sumber daya dan memperlambat kinerja.
·
Retorika Tanpa Dasar:
Retorika yang digunakan untuk membenarkan kabinet gemuk dianggap tidak berdasar
dan tidak ada dalam buku ilmu birokrasi, menunjukkan bahwa pilihan ini didorong
oleh faktor non-profesional.
·
Masalah Koordinasi:
Kehadiran wakil menteri di hampir semua kementerian—bahkan ada yang mencapai
puluhan—dianggap sebagai anomali historis. Ini secara langsung mempersulit
koordinasi, memecah fokus, dan menghambat kinerja, yang pada akhirnya
mengorbankan kepentingan publik.
2. Beban Jokowi dan
Sandera Komitmen Tertulis
Keputusan Prabowo untuk mempertahankan menteri lama dan
membentuk kabinet besar diyakini publik bukan datang dari kehendak orisinalnya,
melainkan dari beban utang politik yang harus dibayar kepada Presiden Joko
Widodo.
·
Dugaan Komitmen yang
Mengikat: Opini publik mempercayai adanya "komitmen-komitmen bahkan
tertulis" yang mengikat Prabowo. Komitmen ini bukan hanya sebatas janji
verbal, tetapi juga melibatkan pengakuan atas peran Jokowi, putranya (Gibran),
dan jaringan aparatur negara (Kapolri, Mendagri) dalam kemenangan Pilpres.
·
Ancaman Psikologis Kapolri:
Adanya dugaan bahwa Kapolri dapat "berbicara dari hati ke hati"
dengan Presiden, mengingatkan tentang jasa jaringan dalam Pilpres, menjelaskan
mengapa Kapolri belum diganti. Hal ini memperkuat dugaan bahwa lembaga negara
telah tersandra oleh ikatan politik transaksional.
·
Konflik Budi vs. Negara:
Konflik utama terletak pada kepribadian Prabowo yang dinilai "terlalu
baik" dan memegang erat "utang budi," yang notabene bertentangan
dengan kebutuhan rasional negara. Publik melihat bahwa kekuasaan negara sedang
tersandera oleh perasaan, bukan oleh kepentingan kemaslahatan umum.
3. Krisis Etika dan
Transparansi
Isu kabinet gemuk dan komitmen rahasia ini menyingkap
ketiadaan Etika Pemerintahan yang jelas di Indonesia.
·
Hak Rakyat untuk Tahu: Publik
berhak tahu mengapa seseorang diangkat menjadi menteri, apa tugas spesifiknya,
dan berapa lama rakyat harus menderita sebelum terjadi perbaikan konkret
(seperti pada masa GBHN dan Repelita Orde Baru). Saat ini, bayangan tentang timeline
kemakmuran dan keadilan bagi warga negara tidak ada.
·
Urgensi Etika Pemerintahan:
Kegagalan Indonesia memiliki undang-undang etika pemerintahan (seperti di AS)
hingga kini membuktikan bahwa elite politik belum ikhlas membatasi gerak
mereka. Etika harus mengatur bahwa mengangkat seseorang tanpa kompetensi yang
cukup, atau menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi (seperti
contoh pernikahan di Istana), adalah pelanggaran etika berat.
Opini publik menyimpulkan bahwa pemerintahan
Prabowo harus segera melakukan koreksi drastis dengan menertibkan kabinet dan memutus
ikatan emosional dengan masa lalu. Jika tidak, "gebrakan" retorika
hanya akan menjadi "mubazir" karena terhambat oleh beban politik
internal dan birokrasi yang oversized.
Disclaimer:
Tulisan ini merangkum klaim dan kritik Prof. Ryaas Rasyid dalam Podcast Madilog
Forum Keadilan mengenai dugaan campur tangan Jokowi terhadap Prabowo, termasuk
komitmen tertulis. Isi bersifat opinional, belum terverifikasi secara
independen. Pembaca disarankan merujuk sumber asli untuk konteks.https://youtu.be/58WDQbbPk5U?t=453
