Ads

Akar Ketidakadilan

 

Akar Ketidakadilan



Mari kita melihat akar masalah yang sesungguhnya. Rakyat turun ke jalan bukan karena mencintai kerusuhan, melainkan karena ada ketidakadilan yang nyata. Harga kebutuhan naik, pekerjaan sulit, daya beli jatuh, sementara DPR justru menaikkan tunjangan. Bukankah itu bentuk penghinaan terhadap akal sehat publik? Bukankah itu api yang menyulut emosi rakyat yang sudah lama terpendam?

Namun alih-alih mendengar keluhan rakyat, penguasa justru menuding mahasiswa. Aksi disebut terorisme, rakyat dicap perusuh, dan aspirasi diabaikan begitu saja. Lalu di mana ruang demokrasi yang dijanjikan konstitusi? Apakah kebebasan berpendapat hanya berlaku jika tidak mengusik kekuasaan? Pertanyaan ini menggema di hati publik yang kecewa.

Sekali lagi, ini bukan sekadar soal aksi mahasiswa. Ini tentang bagaimana negara memilih merespons suara rakyatnya. Jika mahasiswa berlari ke dalam kampus untuk berlindung, apakah pantas mereka diburu dengan gas air mata? Jika ada segelintir penyusup, apakah adil seluruh massa dicap anarkis? Bukankah logika itu hanya semakin memperlebar jurang ketidakpercayaan?

Lebih dari itu, tragedi korban yang berjatuhan seakan tidak digubris. Negara justru tampil dengan wajah dingin, seolah-olah tidak ada nyawa yang melayang. Publik melihat aparat lebih sibuk membela diri ketimbang mengulurkan empati. Luka rakyat tidak disembuhkan, justru ditambah dengan retorika yang menyakitkan. Inilah yang membuat kemarahan berubah menjadi gelombang.

Pada akhirnya, rakyat tidak butuh teori konspirasi atau kambing hitam. Mereka hanya menuntut keadilan yang nyata. Mereka ingin negara hadir, mendengar, dan bertindak dengan hati nurani. Jika negara terus memilih menutup telinga, demokrasi hanya tinggal nama. Dan bila itu terjadi, mandat rakyat akan runtuh bersama runtuhnya kepercayaan pada republik.

Kontributor

Akang Marta Indramatradisi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel