Tiga Pertanyaan untuk Demokrasi
Tiga
Pertanyaan untuk Demokrasi
Mari kita tarik garis besar dari semua kegaduhan ini. Ada tiga pertanyaan
mandatori yang wajib dijawab negara dengan jujur. Pertama, mengapa gas air mata
ditembakkan ke dalam kampus, tempat rakyat sipil mencari perlindungan? Kedua,
mengapa ada kartu identitas TNI di tangan seorang perusuh yang ditangkap
polisi, lalu buru-buru dibantah sebagai hoaks? Ketiga, mengapa negara tidak
segera membongkar dalang kerusuhan, padahal memiliki semua perangkat intelijen
dan teknologi untuk melakukannya?
Tiga pertanyaan itu terdengar sederhana, namun jawabannya akan menentukan
arah demokrasi kita. Bila negara gagal menjawabnya, yang runtuh bukan sekadar
kepercayaan publik. Lebih dari itu, legitimasi kekuasaan ikut terkikis.
Bagaimana rakyat bisa percaya pada pemimpin yang tidak mampu memberi jawaban
jernih? Bagaimana konstitusi bisa dihormati jika hak rakyat sendiri
diinjak-injak?
Di sinilah letak ujian moral bangsa ini. Negara tidak bisa terus bersembunyi
di balik jargon atau alasan teknis. Publik menuntut transparansi, bukan sekadar
pernyataan resmi yang kontradiktif. Demokrasi hanya bisa bertahan jika
kejujuran menjadi fondasinya. Tanpa itu, demokrasi hanyalah ilusi yang rapuh.
Jangan lagi negara berkilah dengan menyalahkan ancaman eksternal atau
intervensi asing. Rakyat sudah cukup cerdas untuk melihat akar persoalan yang
sesungguhnya. Masalah ini lahir dari dalam negeri sendiri, dari kesenjangan
yang semakin melebar. Dari ketidakadilan yang dibiarkan tumbuh, dan dari
arogansi kekuasaan yang enggan dikoreksi. Semua itu adalah bara yang mudah
berubah menjadi api.
Selama akar masalah itu tidak diselesaikan, kerusuhan akan terus berulang.
Selama ketidakadilan terus dipelihara, rakyat akan terus marah. Dan selama
kebenaran ditutupi, demokrasi hanya akan mati perlahan, terkikis satu per satu.
Inilah peringatan yang harus dibaca penguasa. Sebab ketika kepercayaan rakyat
runtuh, maka seluruh bangunan republik akan ikut goyah.
Kontributor
Akang Marta Indramatradisi