Ads

Luka yang Tak Boleh Dilupakan

 

Luka yang Tak Boleh Dilupakan



Hari-hari setelah 25 Agustus meninggalkan jejak luka yang tidak bisa disembunyikan dengan retorika kekuasaan. Sembilan nama korban berpulang, masing-masing membawa cerita dan mimpi yang kini terhenti. Mereka bukan sekadar daftar nama dalam laporan resmi, melainkan bagian dari keluarga dan sahabat yang ditinggalkan. Hak hidup mereka telah dirampas dengan cara yang tidak adil. Namun, apa yang terlihat justru pergeseran wacana yang melupakan nilai nyawa manusia.

Ironi yang pahit adalah bagaimana korban justru tenggelam dalam statistik. Angka-angka dingin dijadikan tameng untuk menutupi tangisan keluarga yang kehilangan. Bukankah ini bentuk penghinaan terhadap martabat manusia? Setiap nama seharusnya menjadi pengingat, bukan sekadar catatan di kertas. Tapi dalam hiruk-pikuk politik, nyawa sering kali diperlakukan sebagai variabel yang bisa diperdagangkan.

Kita dihadapkan pada kenyataan bahwa konstitusi menjamin hak hidup, aman, dan adil, namun realitas menunjukkan sebaliknya. Negara yang seharusnya menjadi pelindung justru tampak abai pada luka rakyatnya sendiri. Keberadaan aparat seolah hanya berfungsi sebagai pengatur narasi, bukan pencari keadilan. Apakah ini tanda bahwa hukum hanya berlaku bagi yang lemah? Ataukah kita sedang menyaksikan normalisasi pelanggaran hak asasi?

Maka sebelum sibuk mencari siapa dalang di balik kerusuhan, kita perlu menundukkan kepala sejenak. Ingatlah bahwa ada yang mati, ada keluarga yang berduka, ada sahabat yang kehilangan. Luka ini nyata, tidak bisa ditutup dengan teori konspirasi tanpa ujung. Kehidupan manusia tidak bisa dipertukarkan dengan narasi politik. Kesadaran moral harus lebih dahulu hadir sebelum perdebatan politik mengambil alih segalanya.

Inilah saatnya republik bercermin, apakah ia masih memuliakan warganya atau sekadar menjadikannya pion. Setiap korban adalah pengingat bahwa demokrasi tanpa perlindungan nyawa hanyalah sandiwara kosong. Kita tidak boleh membiarkan nama mereka hilang ditelan wacana politik. Karena di balik setiap nama, ada air mata yang tidak pernah kering. Dan selama luka itu ada, republik ini harus menagih kebenaran serta menuntut keadilan yang sejati.

Kontributor

Akang Marta Indramatradisi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel