Ads

Kerusuhan atau Orkestrasi?

 

Kerusuhan atau Orkestrasi?



Mari kita bedakan dengan jernih: unjuk rasa adalah hak, tetapi kerusuhan adalah tragedi. Sembilan nyawa yang hilang tidak bisa dianggap sekadar angka dalam laporan statistik. Mereka adalah anak, ayah, saudara, dan sahabat yang kini tinggal nama. Namun publik justru diseret masuk dalam perdebatan kata-kata yang melelahkan: "ikut rusuh" versus "perusuh." Narasi inilah yang kemudian mengaburkan makna nyata dari sebuah tragedi kemanusiaan.

Video yang beredar, pengakuan saksi, hingga munculnya tanda pengenal aparat di tengah kerumunan menambah kerumitan situasi. Publik pun terpecah dalam tafsir: apakah itu tanda adanya infiltrasi intelijen, atau hanya aparat yang kebetulan terjebak? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi bahan bakar spekulasi yang tak kunjung padam. Di satu sisi, negara dituntut untuk menjelaskan dengan jujur. Di sisi lain, rakyat semakin curiga bahwa ada skenario besar yang sengaja dibiarkan buram.

Retorika "ikut rusuh" versus "perusuh" bukan sekadar permainan linguistik yang polos. Ia adalah cara untuk membingkai opini publik dengan kepentingan tertentu. Bila seseorang disebut "perusuh," ia otomatis diposisikan sebagai kriminal. Bila hanya "ikut rusuh," ia digambarkan sekadar korban keadaan. Namun bagi keluarga korban, istilah itu tidak pernah menghapus kenyataan pahit: luka tetaplah luka, dan darah tetaplah darah.

Di sinilah letak kekecewaan publik yang semakin mendalam. Mereka merasa dilecehkan oleh narasi hukum yang dipelintir demi kepentingan politik. Keadilan pun terasa seperti jargon kosong yang hanya diucapkan di podium. Saat kata-kata dijadikan senjata, rasa kepercayaan rakyat pada institusi semakin terkikis. Pada akhirnya, yang tertinggal hanyalah kemarahan yang sulit diredam.

Bangsa ini tidak boleh dibiarkan terus hidup dalam bayang-bayang manipulasi. Pertanyaan tentang kerusuhan atau orkestrasi harus dijawab dengan bukti, bukan retorika. Hanya dengan transparansi dan keberanian membongkar kebenaran, luka sosial dapat perlahan disembuhkan. Jika tidak, tragedi serupa hanya akan menunggu giliran berikutnya. Sebab sejarah menunjukkan: ketika kebenaran dikubur, bara perlawanan selalu tumbuh di bawah abu.

Kontributor

Akang Marta Indramatradisi.

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel