Bagian 1. Legenda Alas Sinang: Kisah Ki Dusta dan Nyai Dyahrengganis
Hutan yang Berbisik
Di ujung timur Kabupaten Indramayu, berdiri sebuah hutan lebat yang hingga
kini dikenal dengan nama Alas Sinang.
Hutan ini bukan sekadar hamparan pepohonan tua dengan akar yang menjuntai,
tetapi juga menyimpan kisah mistis yang masih dipercaya masyarakat sekitar.
Setiap kali bulan purnama menggantung penuh di langit, hutan itu seakan hidup.
Warga desa sering menyebut bahwa hutan berbisik, bukan oleh desir angin atau gesekan
daun, melainkan suara lirih seorang perempuan yang menangis.
Orang-orang percaya, suara itu adalah ratapan Nyai Dyahrengganis, putri tunggal
dari seorang tokoh sakti bernama Ki
Dusta, pemimpin Pedukuhan Cempaka Mulia pada masa lalu. Suara
tangisan tersebut diyakini muncul sebagai penanda bahwa kisah lama belum
sepenuhnya sirna. Ia tetap mengikat ingatan warga, dari generasi ke generasi,
tentang masa ketika legenda bertemu sejarah.
Orang tua di desa sering memperingatkan anak cucu mereka: “Jangan pernah
berjalan seorang diri melewati Alas Sinang pada malam hari. Sebab kau bisa
mendengar namamu dipanggil dari balik pepohonan.” Mereka menambahkan,
siapa pun yang mengikuti panggilan itu akan tersesat berhari-hari, lalu kembali
dalam keadaan linglung. Ada pula cerita tentang arwah murid-murid Ki Dusta yang
masih berkelana di antara pepohonan, menjaga hutan dari tangan-tangan yang
berniat merusaknya.
Di balik cerita penuh misteri itu, tersimpan pula dimensi sejarah. Pedukuhan
Cempaka Mulia tidak lahir dalam ruang kosong. Ia berdiri di masa ketika Kesultanan Cirebon mulai memperluas
pengaruhnya ke pesisir Jawa Barat, termasuk Indramayu. Pertemuan budaya,
politik, dan spiritual terjadi di wilayah ini. Dalam arus besar sejarah
tersebut, nama Ki Dusta dan putrinya muncul sebagai tokoh yang kemudian
mewarnai ingatan kolektif masyarakat.
Kisah tentang mereka tidak hanya hadir dalam dongeng lisan, tetapi juga
dalam catatan tertulis, seperti Babad
Cirebon, serta cerita yang diwariskan oleh para juru kunci
makam tua di pedukuhan. Setiap versi memiliki nuansa berbeda: ada yang
menekankan kesaktian Ki Dusta, ada pula yang mengangkat keanggunan sekaligus
tragisnya nasib Nyai Dyahrengganis.
Kini, bagi sebagian orang, Alas Sinang hanyalah hutan biasa. Namun bagi
warga sekitar, ia tetap ruang sakral yang menyatukan mitos, sejarah, dan
identitas. Suara yang berbisik dari balik pepohonan seakan mengingatkan manusia
bahwa setiap tanah memiliki ingatan. Ingatan itu tidak hanya terpatri dalam
arsip sejarah, tetapi juga hidup dalam keyakinan dan kisah yang diceritakan
berulang kali di tepi perapian, menjelang malam tiba.
Alas Sinang pun terus bertahan sebagai simbol: tempat di mana legenda tidak
pernah mati, dan bisikan hutan selalu menggema, menuntun manusia untuk
menghormati alam sekaligus sejarah leluhurnya.
Konten Creator
Akang Marta
Indramayutradisi.com