Politik Dinasti: Apakah Keluarga Menentukan Masa Depan Bangsa?
Politik Dinasti: Apakah Keluarga Menentukan Masa
Depan Bangsa?
Politik
dinasti bukanlah fenomena baru di Indonesia. Arahan mantan Presiden Jokowi
terlihat menempatkan anak-anaknya, Gibran dan Kaesang, pada jalur politik yang
strategis. Langkah ini menimbulkan perdebatan sengit di masyarakat dan kalangan
pengamat politik.
Di satu
sisi, ada argumen positif: penempatan anak-anak Jokowi dianggap bisa memberikan
kontinuitas dan stabilitas pemerintahan. Dengan figur yang sudah dikenal
publik, proses transisi kekuasaan diyakini lebih mulus, serta kebijakan yang
telah berjalan dapat berlanjut tanpa gangguan besar.
Namun,
sisi negatifnya tidak kalah penting. Politik dinasti berpotensi menutup ruang
bagi calon-calon berbakat dari luar keluarga untuk bersaing secara adil.
Prinsip meritokrasi bisa tergerus ketika posisi strategis lebih banyak
ditentukan oleh hubungan keluarga daripada kemampuan, pengalaman, atau
kompetensi. Akibatnya, masyarakat kehilangan kesempatan untuk menilai calon
secara objektif dan berpartisipasi dalam proses demokrasi dengan penuh
kebebasan.
Jika
kekuasaan terus berpindah dalam lingkaran keluarga, risiko politik menjadi
eksklusif dan tersentralisasi semakin tinggi. Hal ini memunculkan pertanyaan
mendasar tentang etika kepemimpinan, loyalitas politik, dan tanggung jawab
moral para pemimpin terhadap rakyat. Demokrasi sehat menuntut keseimbangan
antara kontinuitas pemerintahan dan prinsip kesetaraan kesempatan bagi seluruh
warga negara.
Politik dinasti bukan hal baru di Indonesia. Arahan Jokowi terlihat
menempatkan anak-anaknya, Gibran dan Kaesang, pada jalur politik strategis.
Pro dan
kontra muncul:
·
Positif: Memberikan kontinuitas dan stabilitas
pemerintahan.
·
Negatif: Bisa menutup peluang bagi calon berbakat dari
luar keluarga, mereduksi prinsip meritokrasi.
Jika kekuasaan terus berpindah dalam lingkaran
keluarga, rakyat bisa kehilangan kesempatan untuk menilai dan berpartisipasi
secara adil.
Kontributor
SM
Indramayutradisi.com