Bagian 14. Legenda Alas Sinang: Kisah Ki Dusta dan Nyai Dyahrengganis
Ki Koang dan Ki Brangbang: Penjaga
Warisan Leluhur
Dukuh Cempaka Mulia bergemuruh oleh suara langkah kaki dan denting senjata.
Serangan pertama Cirebon telah membuat penduduknya waspada, namun semangat
mereka tak pernah padam. Di tengah kekacauan itu, dua murid utama Ki
Dusta muncul sebagai benteng terakhir. Mereka bukan sekadar pejuang
biasa; rakyat percaya, tubuh dan jiwa mereka dibekali kekuatan leluhur.
Ki Koang bertarung bagai harimau lapar. Tubuhnya tinggi
besar, lengan dan pundaknya kuat, setiap ayunan pedang mampu menebas tiga
prajurit sekaligus. Lawan yang menatap matanya merasa gentar; sorot mata Ki
Koang seolah menembus jiwa, menimbulkan rasa takut yang lebih dahsyat daripada
serangan senjata. Setiap langkahnya bergaung di tanah berdebu, menimbulkan
getaran halus yang dirasakan bahkan oleh mereka yang bersembunyi di belakang
pohon cempaka.
Di sisi lain, Ki Brangbang, meski tubuhnya lebih kecil,
memancarkan aura keberanian yang tak kalah dahsyat. Suaranya lantang, penuh
komando, membakar semangat rakyat yang kalah jumlah. Ia mengatur barisan,
memberi aba-aba, memastikan bahwa setiap warga yang terlibat dalam perlawanan
tetap tegak, walau takut. Dalam legenda lisan Indramayu, dikisahkan bahwa
teriakan Ki Brangbang bisa terdengar jauh hingga ke batas Alas Sinang,
menimbulkan gema yang seakan menyatukan hati semua pejuang dalam satu tekad.
Namun, prajurit Cirebon bukan lawan sembarangan. Mereka terlatih dan
disiplin, mengepung dari tiga arah. Lumbung padi dibakar, asap hitam membubung
tinggi, membuat warga panik dan sebagian mundur. Bau hangus bercampur dengan
aroma kemenyan dari ritual leluhur menciptakan suasana surreal; bumi, api, dan
manusia seolah bersatu dalam pertarungan hidup dan mati.
Di tengah ketegangan itu, Dyahrengganis muncul. Dari balik
rumahnya, gadis cantik itu berlari membawa kendi berisi air suci
leluhur. Dengan gerakan hati-hati namun tegas, ia memercikkan air itu
ke arah prajurit Cirebon, sambil membaca doa lirih:
“Wahai roh penunggu bumi, lindungi tanah ini, jangan biarkan darah
kami terbuang sia-sia.”
Ajaibnya, beberapa prajurit yang terkena percikan air tiba-tiba terpeleset
dan jatuh, seolah tanah menolak pijakan mereka. Legenda menyebutkan, roh
leluhur yang menjaga Alas Sinang ikut campur dalam medan pertempuran, membuat
musuh tersandung pada akar pohon, batu, dan semak-semak yang tampak biasa bagi
mata manusia, namun menipu langkah orang yang berniat jahat.
Rakyat terinspirasi. Semangat mereka kembali berkobar, diiringi sorak-sorai
dan denting pedang. Anak-anak yang menatap dari jendela rumah belajar satu hal:
keberanian bukan hanya soal kekuatan fisik, tetapi tentang menjaga
warisan leluhur dengan jiwa dan hati.
Ki Koang dan Ki Brangbang bergerak dengan koordinasi sempurna. Ki Koang
membuka jalan, menebas barisan depan musuh, sementara Ki Brangbang mengatur
rakyat agar tetap pada posisi. Beberapa warga membalas dengan panah, bambu
runcing, dan alat pertanian, semua digunakan sebagai senjata demi melindungi
tanah mereka.
Dalam catatan lisan, malam itu disebut sebagai malam api dan air,
karena di satu sisi kobaran api lumbung padi menghanguskan medan, di sisi lain
percikan air Dyahrengganis menahan serangan musuh. Bumi Cempaka Mulia seakan
hidup, menolak penindasan, dan memberikan kekuatan bagi mereka yang setia pada
leluhur.
Ketika matahari mulai meninggi, prajurit Cirebon menyadari bahwa mereka
tidak bisa menembus pertahanan dukuh. Keajaiban dan keberanian, berpadu dengan
tekad rakyat dan restu roh leluhur, membuat mereka mundur dengan luka dan
kebingungan. Ki Dusta memandang dari pendopo, mata penuh rasa lega namun
waspada, menyadari bahwa peperangan ini baru permulaan.
Legenda Cempaka Mulia kemudian menuturkan: “Siapa yang menjaga
warisan leluhur dengan hati tulus, bumi akan melindungi. Siapa yang
mengkhianati tanahnya, akan tersandung dalam langkah sendiri.” Kisah
Ki Koang, Ki Brangbang, dan Dyahrengganis menjadi pengingat bagi generasi
berikutnya tentang keberanian, kesetiaan, dan peran roh leluhur dalam menjaga
tanah dan budaya.
Dan begitulah, Perlawanan Ki Koang dan Ki Brangbang menjadi
salah satu legenda paling dihormati di Indramayu, diceritakan turun-temurun
sebagai simbol keberanian rakyat kecil menghadapi kekuatan besar,
serta bukti bahwa cinta, keberanian, dan restu leluhur dapat menahan gelombang
serangan yang paling dahsyat sekalipun.
Konten Creator
Akang Marta
Indramayutradisi.com