Legenda Alas Sinang Bagian 4: Identitas Sosial dan Bahasa
Bahasa Reang: Identitas Warisan Cempaka Mulia
Salah satu warisan paling penting dari komunitas
Cempaka Mulia adalah bahasanya.
Sejak abad ke-15 Masehi, masyarakat pedukuhan ini mengembangkan dialek unik
hasil percampuran antara bahasa Sunda
dari pedalaman Pajajaran dan bahasa Jawa
dari pesisir Cirebon. Dialek tersebut kemudian dikenal dengan nama bahasa Indramayu reang, berbeda dengan
dialek isun yang lebih dominan di
kawasan pesisir utara Indramayu.
Menurut folklor
Indramayu, perbedaan dua dialek ini tidak hanya menyangkut cara berbicara,
tetapi juga mencerminkan asal-usul sosial masyarakatnya. Dialek reang menandakan kelompok pelarian dari
pedalaman yang mencari tempat aman, lalu berbaur dengan masyarakat Jawa.
Sementara itu, dialek isun
menggambarkan komunitas pesisir yang lebih terbuka, kosmopolit, dan akrab
dengan pengaruh luar, baik dari perdagangan maupun migrasi budaya.
Keunikan bahasa reang menunjukkan bagaimana Cempaka Mulia menjadi titik temu dua kebudayaan
besar, Sunda dan Jawa. Percampuran itu tidak menghilangkan jati diri
masing-masing, melainkan melahirkan identitas baru yang khas. Hingga kini,
bahasa reang masih digunakan di beberapa desa, menjadi penanda sejarah
sekaligus identitas kultural masyarakat Indramayu yang terus diwariskan lintas
generasi.
Kontributor
Akang Marta
Indramayutradisi.com