Legenda Alas Sinang Bagian 11 / AKhir
Kisah Asal-Usul Pedukuhan Cempaka Mulia: Antara Legenda, Folklor,
dan Sejarah
Setiap daerah memiliki kisah asal-usul yang
membentuk identitasnya. Demikian pula dengan Pedukuhan Cempaka Mulia, sebuah pemukiman kecil yang
diyakini berdiri sejak abad ke-15 Masehi di kawasan timur Hutan Sinang, Indramayu. Kisah
asal-usulnya bukan hanya dongeng rakyat, melainkan sebuah perpaduan unik antara
legenda, folklor, dan catatan sejarah
yang masih dapat ditelusuri hingga hari ini.
Salah satu bagian paling terkenal dari legenda
ini adalah cerita tentang pohon cempaka
putih. Konon, di tengah hutan lebat Sinang tumbuh sebatang pohon
cempaka besar yang dianggap keramat. Para pendatang pertama menjadikannya
simbol persatuan dan tempat bersumpah untuk hidup rukun. Dari situlah nama Cempaka Mulia muncul—“cempaka”
melambangkan kesucian, sementara “mulia” mencerminkan harapan martabat dan
kesejahteraan. Legenda ini mengandung makna simbolis: bahwa sebuah komunitas
lahir dari komitmen untuk menjaga harmoni, meski berasal dari latar belakang
berbeda.
Namun, di balik cerita rakyat tersebut,
terdapat jejak sejarah yang memperkuat eksistensi Cempaka Mulia. Babad Cirebon dan Carita Purwaka Caruban Nagari mencatat
bahwa pada pertengahan abad ke-15, Pangeran Cakrabuana—putra Prabu Siliwangi dari
Pajajaran—mendirikan pusat pemerintahan baru di Cirebon. Dalam catatan itu
disebutkan pembukaan wilayah timur hutan Sinang, tempat para pelarian, pemburu,
dan peladang bermukim. Hal ini menunjukkan bahwa migrasi penduduk ke kawasan
Sinang memang terjadi, sehingga legenda tentang lahirnya Cempaka Mulia
menemukan pijakan historisnya.
Selain catatan tertulis, jejak folklor juga
memperkuat gambaran asal-usul pedukuhan ini. Tradisi lisan yang diwariskan
sesepuh desa menyebutkan bahwa para pelarian dari Majapahit dan Pajajaran ikut
membentuk komunitas baru di sekitar pohon cempaka. Dari sinilah lahir dialek
unik yang disebut Indramayu reang,
sebuah bahasa hasil asimilasi Sunda dan Jawa. Dialek ini menjadi bukti hidup
dari interaksi budaya yang terjadi sejak awal berdirinya Cempaka Mulia.
Jika kita menyusunnya secara kronologis,
proses lahirnya pedukuhan ini tampak jelas. Awalnya, hutan Sinang hanyalah
kawasan liar. Pertengahan abad ke-15, para peladang dan pelarian mulai membuka
lahan. Tahun 1479, Cakrabuana mendirikan Cirebon dan menjadikan wilayah timur
Sinang sebagai kawasan penyangga. Pada akhir abad ke-15, pedukuhan kecil
bernama Cempaka Mulia berkembang dengan corak agraris-hutan, serta bahasa reang
sebagai identitas lokal. Abad ke-16, pedukuhan ini masuk ke wilayah Kesultanan
Cirebon, lalu disebut dalam catatan VOC abad ke-17 sebagai salah satu sumber
kayu dan tenaga kerja di pedalaman Indramayu.
Dengan menelaah legenda, folklor, dan catatan
sejarah, jelaslah bahwa Cempaka Mulia bukan
sekadar mitos lokal. Ia adalah representasi dinamika sosial-budaya
pesisir utara Jawa pada abad ke-15. Kisah ini memperlihatkan bagaimana sebuah
komunitas kecil bisa menjadi saksi bisu perubahan besar: runtuhnya Majapahit,
bangkitnya Cirebon, dan masuknya Islam di pesisir Jawa.
Pada akhirnya, kisah asal-usul Pedukuhan
Cempaka Mulia memperkaya pemahaman kita tentang identitas Indramayu. Ia menjadi bukti bahwa
sejarah tidak hanya tercatat dalam prasasti atau arsip, tetapi juga hidup dalam
legenda, bahasa, dan memori kolektif masyarakatnya.
Kontributor
Akang Marta
Indramayutradisi.com