Ads

Misteri Massa Gelap

 

Misteri Massa Gelap



Namun aparat bukanlah satu-satunya persoalan yang membayangi tragedi kerusuhan. Selalu ada istilah “massa gelap” yang muncul dalam setiap unjuk rasa, seolah-olah menjadi tokoh bayangan yang tak pernah benar-benar terlihat. Narasi itu dipakai berulang kali: demonstrasi ditunggangi, ada provokator, atau ada kekuatan tak kasatmata yang menggerakkan kerusuhan. Tetapi publik berhak bertanya: siapa sesungguhnya massa gelap itu? Apakah benar rakyat biasa yang tersulut emosi, ataukah justru ada tangan-tangan lain yang sengaja menyalakan api?

Kecurigaan semakin tebal ketika berita beredar tentang seorang perusuh yang ditangkap dengan membawa identitas TNI. Polisi mengumumkan demikian, tetapi Puspen TNI segera membantah dan menyebutnya hoaks. Lalu, siapakah yang benar? Apakah kita harus mempercayai polisi yang punya wewenang menangkap, atau TNI yang punya otoritas menjaga citra prajuritnya? Ketidakjelasan ini semakin menambah retakan dalam fondasi kepercayaan publik.

Di titik ini, rakyat merasa terjebak di antara tarik-menarik dua institusi negara. Seorang warga bisa saja tiba-tiba dicap perusuh, mahasiswa bisa dituduh anarkis, padahal ada kemungkinan infiltrasi intelijen di tengah kerumunan. Jika benar itu adalah intel, mengapa ia membawa kartu tanda anggota asli? Namun jika palsu, siapa yang cukup berani memalsukannya? Pertanyaan sederhana seperti ini seharusnya bisa dijawab cepat bila ada niat jujur untuk mengungkap.

Anehnya, semakin hari, justru semakin banyak versi yang beredar. Fakta seolah dipelintir, bukti terasa kabur, dan publik dibuat bingung dengan drama bantah-membantah. Narasi “massa gelap” pun makin sulit dipisahkan dari dugaan bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutupi. Bukankah ini indikasi bahwa negara lebih memilih menjaga wajah institusi daripada menyelamatkan kebenaran? Bukankah keadilan justru dikorbankan demi citra kekuasaan?

Pada akhirnya, “massa gelap” tidak lagi sekadar istilah misterius. Ia telah menjadi senjata narasi, dipakai untuk menutupi kegagalan negara dalam mengelola aspirasi rakyat. Publik berhak curiga bahwa istilah itu hanyalah kamuflase, cara untuk mengalihkan perhatian dari akar masalah yang sebenarnya. Karena setiap kali nama massa gelap disebut, semakin jauh pula kebenaran ditinggalkan. Dan setiap kali kebenaran ditunda, semakin rapuhlah fondasi demokrasi kita.

Kontributor

Akang Marta Indramatradisi.

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel