Antara Warisan Jokowi, Beban Prabowo, dan Tuntutan Rakyat (Bagian 10)
Apa yang Dituntut Rakyat Sesungguhnya?
Jika semua tuntutan rakyat diringkas, jawabannya hanya satu: jangan
rugikan rakyat. Sesungguhnya itu inti dari jeritan yang selama ini menggema di
jalanan dan media sosial. Efisiensi memang penting, tetapi bukan dengan cara
memecat pegawai honorer yang sudah mengabdi bertahun-tahun. Penghematan boleh
dilakukan, tetapi jangan sampai mengurangi dana yang menyentuh rakyat kecil.
Rakyat hanya meminta keadilan yang sederhana, tidak lebih.
Logika yang rakyat inginkan sebenarnya sangat mudah dipahami. Yang
seharusnya berkorban adalah mereka yang punya kelebihan, bukan mereka yang
kekurangan. Beban negara seharusnya dipikul oleh kelompok yang kuat secara
ekonomi, bukan ditimpakan kepada mereka yang sudah terseok-seok hidup
sehari-hari. Namun, kebijakan sering kali justru berkebalikan dengan logika
ini. Inilah yang membuat kekecewaan semakin menumpuk.
Apakah hal sesederhana ini terlalu sulit diwujudkan? Pertanyaan itu
seakan menggantung di benak rakyat setiap kali kebijakan diumumkan. Pemimpin
dan DPR yang dipilih dengan suara rakyat seharusnya mampu memahami prinsip
keadilan ini. Tetapi kenyataannya, justru sering kali mereka terlihat lebih
berpihak pada kepentingan segelintir elit. Di situlah letak krisis kepercayaan
yang kini mencuat.
Jika jawabannya iya, bahwa mereka tidak mampu menjalankan prinsip
sederhana ini, maka rakyat akan menilai keras. Legitimasi kekuasaan tidak hanya
ditentukan oleh prosedur pemilu, tetapi juga oleh moralitas kebijakan. Seorang
presiden dan wakil rakyat akan kehilangan wibawa jika gagal menjalankan tugas
pokoknya. Karena inti dari amanah itu bukan sekadar jabatan, melainkan tanggung
jawab. Tanggung jawab untuk menyejahterakan, bukan menindas.
Tugas utama seorang pemimpin, sebagaimana amanat konstitusi, adalah
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Jika hal mendasar
ini diabaikan, maka kursi kekuasaan menjadi tidak lebih dari panggung sandiwara.
Rakyat tidak meminta istana yang megah, melainkan kebijakan yang berpihak.
Mereka tidak menuntut janji muluk, hanya keadilan yang nyata. Dan bila itu
gagal diwujudkan, maka sejarah sendiri yang akan mengadili.
Kontributor
Akang Marta Indramayutradisi