Antara Warisan Jokowi, Beban Prabowo, dan Tuntutan Rakyat (Bagian 1)
Api yang Menyala di Tengah
Negeri
Indonesia sedang marah, bukan sekadar marah biasa, melainkan ledakan
yang lahir dari luka panjang. Luka itu tertanam dalam sejarah ketidakadilan yang
terus dibiarkan tanpa penyelesaian. Setiap janji kekuasaan yang diucapkan
ternyata hanya menambah daftar pengkhianatan. Rakyat yang menunggu harapan
justru diberi kenyataan pahit. Kini, api kemarahan itu membakar setiap sudut
negeri.
Kemarahan ini bukan lagi sekadar gema di jalanan, tetapi telah masuk ke
ruang-ruang pribadi rakyat. Di meja makan keluarga, percakapan penuh keresahan
tidak lagi bisa dihindari. Di warung kopi, keluhan berubah menjadi perlawanan
kata-kata. Bahkan kelas menengah yang selama ini merasa aman kini ikut
kehilangan arah. Api itu merayap ke segala tempat tanpa bisa dibendung.
Dulu rakyat memilih diam karena masih tersisa sedikit keyakinan pada
janji perubahan. Namun ketika janji itu hanya menjadi kata-kata kosong,
kesabaran pun mencapai batas. Rakyat yang tadinya tunduk, kini berdiri
menantang. Mereka yang sebelumnya pasrah, kini menagih dengan suara lantang.
Inilah pertanda bahwa bangsa telah memasuki fase baru dalam sejarah perlawanan.
Apa yang terjadi di Indonesia hari ini bukanlah kebetulan semata. Ini
adalah akumulasi dari setiap luka yang tidak pernah diobati dan setiap
ketidakadilan yang terus diwariskan. Rakyat tidak hanya menuntut perbaikan
ekonomi, tetapi juga keadilan yang sejati. Mereka menolak untuk terus
diperlakukan sebagai penonton dalam panggung kekuasaan. Kini, rakyat ingin
menjadi aktor utama dalam menentukan arah negeri.
Pertanyaan besar pun muncul: mengapa Indonesia sampai di titik ini?
Apakah karena penguasa gagal mendengar suara rakyat, atau karena keserakahan
yang menutup hati? Apakah ini tanda bahwa janji reformasi hanya tinggal mitos?
Atau justru momentum untuk membangkitkan kesadaran kolektif bangsa? Yang jelas,
api yang menyala di tengah negeri ini tidak boleh dianggap remeh.
Kontributor
Akang Marta Indramayutradisi