Publik, Oligarki, dan Ujian Kepemimpinan Prabowo (Bagian 4)
Safri Samsuddin dan Sinyal Baru
Kemunculan Safri Samsuddin, mantan Pangdam Jaya 1998, sebagai figur yang
ditugaskan mengendalikan keamanan, memberi tafsir baru dalam dinamika politik
nasional. Publik menilai langkah ini sebagai upaya Prabowo untuk menggeser
kendali dari geng lama yang kerap disebut “geng Solo”. Pergeseran tersebut
bukan sekadar rotasi jabatan, melainkan sinyal bahwa ada perubahan arah dalam
pengelolaan keamanan negara. Hal ini penting karena keamanan tidak bisa
diserahkan pada pihak yang justru diduga menjadi bagian dari masalah. Dengan
menempatkan figur baru, presiden berusaha menunjukkan bahwa ia mulai belajar
dari pengalaman masa lalu.
Namun, sinyal yang diberikan Prabowo melalui penunjukan Safri belum
sepenuhnya memuaskan rakyat. Masyarakat tidak menuntut hal yang muluk, hanya
empat hal sederhana yang mereka harapkan. Pertama, presiden harus berani
melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi yang masih terasa kuat. Kedua,
langkah serius memberantas korupsi yang sudah mengakar menjadi tuntutan
mendesak. Ketiga, penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu harus
menjadi prioritas.
Keempat, dan tak kalah penting, rakyat ingin sumber daya alam yang
selama ini dikuasai oligarki bisa kembali ke pangkuan negara. Pertanyaan yang
muncul, apakah tuntutan itu terlalu berat untuk diwujudkan? Sesungguhnya tidak,
jika presiden benar-benar memiliki tekad politik yang kuat. Janji kampanye yang
dulu terdengar manis kini dihadapkan pada ujian realitas. Publik menanti apakah
janji itu benar-benar akan diwujudkan atau sekadar menjadi basa-basi politik
belaka.
Rakyat kali ini jauh lebih kritis dibandingkan sebelumnya. Mereka
belajar dari pengalaman pahit, bagaimana janji manis seringkali berakhir dengan
kekecewaan. Kini, masyarakat tidak lagi mudah terpesona dengan retorika politik
yang indah. Mereka menuntut bukti nyata, bukan sekadar kata-kata. Kesabaran
rakyat sudah lama diuji, dan saat ini mereka ingin melihat perubahan yang
benar-benar dirasakan.
Kesadaran publik yang semakin matang membuat ruang manuver politik
menjadi semakin sempit bagi pemimpin. Mereka bisa membedakan mana janji yang
tulus dan mana sekadar tipu daya. Safri Samsuddin mungkin hanyalah awal dari
sinyal perubahan, namun rakyat menuntut lebih dari itu. Mereka menginginkan
keberanian politik yang mampu menantang oligarki, korupsi, dan bayang-bayang
kekuasaan lama. Jika sinyal ini benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata,
barulah kepercayaan rakyat bisa kembali pulih.
Kontributor
Akang Marta Indramayutradisi