Ads

Publik, Oligarki, dan Ujian Kepemimpinan Prabowo (Bagian 6)

 

Ojol sebagai Simbol Perlawanan



Ojol hari ini bukan sekadar pengantar makanan atau penjemput penumpang. Mereka hadir sebagai simbol perlawanan dari kelas menengah yang terpaksa jatuh miskin akibat krisis berkepanjangan. Di balik helm dan jaket hijau, mereka membawa cerita tentang tekanan hidup yang semakin berat. Mereka memahami politik bukan dari buku, melainkan dari kenyataan yang menghimpit. Ekonomi bagi mereka bukan teori, tetapi soal dapur yang harus tetap mengepul.

Ketika negara berbicara tentang pertumbuhan, mereka merasakan inflasi yang mencekik. Dari utang negara yang menumpuk, pajak yang semakin berat, hingga harga kebutuhan pokok yang tak terkendali, semua itu langsung menghantam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka bukan sekadar penonton dalam panggung politik-ekonomi, melainkan korban sekaligus saksi utama. Setiap kilometer yang mereka tempuh adalah perjalanan melewati jurang ketidakadilan sosial. Dan dari ketidakadilan itu lahir perlawanan.

Menganggap mereka hanya “massa bayaran” adalah penghinaan terhadap logika publik. Mereka tidak digerakkan oleh uang, tetapi oleh luka dan kekecewaan yang menumpuk. Mereka adalah pengingat bahwa krisis hari ini lebih dalam dibanding krisis 1998. Saat itu, persoalan hanya moneter, sedangkan kini krisis moneter, fiskal, dan ekonomi hadir bersamaan. Gelombang penderitaan itu menimpa rakyat kecil dengan cara yang lebih kejam.

Perbandingan dengan 1998 menunjukkan pergeseran aktor perlawanan. Jika dulu mahasiswa menjadi motor utama perubahan, sekarang perlawanan itu lebih luas. Ojol, pedagang kaki lima, dan buruh pabrik ikut turun ke jalan menyuarakan tuntutan. Mereka membuktikan bahwa krisis hari ini bukan sekadar angka di laporan ekonomi, melainkan kenyataan pahit di lapangan. Kehadiran mereka di jalanan adalah bentuk demokrasi yang paling nyata. Itu adalah politik yang hidup, bukan sekadar retorika.

Apakah semua ini hanya permainan oligarki? Pertanyaan itu terlalu menyederhanakan kenyataan. Oligarki mungkin ada, tetapi perlawanan rakyat kecil tidak bisa direduksi hanya pada permainan elite. Ojol dan kelompok masyarakat lain telah menjadi wajah nyata dari kegelisahan bangsa. Mereka adalah suara yang lahir dari pengalaman sehari-hari, bukan hasil konstruksi panggung politik semata. Dan suara itu akan terus menggema selama keadilan masih jauh dari genggaman.

Kontributor

Akang Marta Indramayutradisi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel